Saturday, August 31, 2013

Meretas Citra dan Masa Depan




Aku berharap bahwa aku akan selalu menguasai keteguhan dan kebaikan yang cukup untuk memelihara apa yang aku pertimbangkan patut ditiru dari semua pangkat dan karakter dari seorang manusia yang jujur.
George Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat (1789-1797)

Kupang, Juli 2012. Organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila (PP) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar musyawarah wilayah di Kupang. Hangat penuh semangat. Bertekad kuat memberi warna spirit kejuangan dan kepemimpinan masyarakat lokal NTT.    
Tampil membuka musyawarah, Ketua Umum DPD Pemuda Pancasila Nusa Tenggara Timur Samuel Haning mengajak para pemuda di NTT agar mempunyai mimpi untuk menjadi pemimpin yang kuat, responsif dan bekerja sepenuh hati di tengah-tengah masyarakat NTT yang ingin mendaki perubahan yang lebih baik di masa mendatang. Dengan begitu ada upaya bekerja keras menyiapkan masa depan yang lebih baik dan berpengharapan sejak dari sekarang.
"Perlu dibangun semangat, tekad, dan kemauan untuk membangun daerah dan mempertahankan Pancasila," tandas Samuel Haning.
Sam menegaskan bahwa wilayah NTT membutuhkan pemimpin yang punya karakter, cerdas, berwibawa, dan memiliki integritas kepribadian yang senentiasa bekerja keras sepenuh hati untuk kepentingan daerah. "Jangan sampai pemuda di wilayah ini hanya menjadi beban bagi orangtua, pemerintah, dan masyarakat sekitar. Pemuda harus punya mimpi menjadi pemimpin ke depan, minimal anggota DPRD. Dan pemuda harus berani mewujudkan mimpi-mimpi yang membumi," ujar Sam Haning.
Masa depan NTT ditentukan oleh kesiapan pemuda sekarang dalam menatap masa depan. Sebab itu, pendidikan formal, kegiatan keorganisasian, dan pendidikan Pancasila harus dipahami dan diperjuangkan agar tercipta generasi yang memiliki akhlak kuat, bermoral dan menjunjung tinggi etika. Benar-benar muncul satu generasi yang mumpuni membawa masa depan NTT yang prospektif dan mampu mensejajarkan diri dengan daerah-daerah lain yang telah lebih dulu maju.

A.   Bekerja Sepenuh Hati Menghapus Warna Masa Silam yang Kelam
Semuel Haning sangat bersyukur dirinya kini berada di dunia kampus Universitas PGRI NTT. Sebuah dunia yang membutuhkan kesabaran, kelembutan dan keikhlasan dalam pengabdian. Sebuah dunia yang demikian kontras dibandingkan dengan dunia masa silam Sam yang teramat hitam-kelam. Dia teringat kalam Tuhan bahwa anak manusia manusia yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin adalah celaka, anak manusia yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah merugi, dan anak manusia yang hari ini lebih baik daripada masa lalu adalah beruntung.
Dunia  kampus menjadi kawah candradimuka bagi Sam Haning untuk meretas citra diri yang jauh lebih bermartabat dan bermanfaat dibandingkan dengan masa lalu yang penuh liku kerasnya kehidupan jalanan Kota Kupang. “Dulu, saya hidup dalam lumpur dosa, berangkat dari anak jalanan. Ketika saya memiliki kehidupan yang lebih baik seperti sekarang ini, saya tidak mau lupa daratan. Saya berusaha memperlakukan kolega, staf dan pimpinan yang lebih tua di sini sebagai orangtua, sebagai sejawat, dan sebagai sahabat. Kalau ada kegiatan apa saja sampai kemudian berlangsung sukses, sebelumnya saya rapatkan terlebih dulu bersama-sama tim. Sebagai rektor, saya tidak pernah mengambil keputusan sendiri. Di kampus ini saya mendidik, staf saya harus baik, terjadi peningkatan-peningkatan kualitas hidup mereka. Saya memahami betapa sulitnya hidup saya dulu. Kalau saya sekarang menjadi rektor, itu tidak terlepas dari kasih Tuhan, maka harus saya jawab dengan bekerja keras sepenuh hati,” tutur Sam panjang-lebar mengharu biru.
Dalam tekadnya mendidik dan mengupayakan peningkatan kualitas hidup staf dan segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT, Sam Haning tidak serta merta memanjakan dan memenuhi segala kebutuhan mereka tanpa harus bekerja keras. Sebaliknya, Sam berusaha memantik mereka agar bekerja keras sepenuh hati guna menggapai kualitas kehidupan yang jauh lebih baik dan lebih berpengharapan di masa-masa mendatang.
Sam tidak sekadar omong kosong. Dia berusaha memberi contoh bagaimana kerja keras dan totalitas dalam membesarkan dan memimpin lembaga pendidikan bernama Universitas PGRI NTT. Hal ini dia buktikan dengan totalitasnya pada Kampus Universitas PGRI NTT. “Saya sekarang sudah terbiasa masuk pukul 07.00 Wita, atau sekitar pukul 07.30 Wita. Semua karyawan harus sudah mengisi daftar hadir. Masuk kantor ini adalah kewajiban. Jadi terkadang saya lebih duluan daripada karyawan, tapi kadang juga bersamaan masuk, tergantung kesibukan saja. Dan saya biasa pulang kerja pukul 17.00 Wita, sementara karyawan boleh pulang pukul 14.00 Wita sebagai batas akhir jam kerja. Saya pulang kadang tergantung tingkat kesibukan juga. Karena saya tidak bisa atau tidak biasa meninggalkan atau menunda pekerjaan sampai besok. Pekerjaan hari ini harus selesai hari ini juga. Tapi kalau ada yang lembur, maka mereka dianggap melakukan kerja lembur,” papar Sam Haning ihwal totalitasnya bersama segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT.
Sam tidak semata-mata menuntut pada semua karyawan Universitas PGRI NTT harus bekerja seperti dirinya. Boleh jadi dirinya tidak mempersoalkan jam kerja yang melewati waktu normal jam dinas. Tapi, boleh jadi pula, karyawan cukup berhitung soal jam kerja sesuai rentang waktu yang telah ditetapkan oleh lembaga di mana mereka bekerja. Untuk itulah, Sam tetap memperlakukan karyawan bekerja di luar jam dinas sebagai kerja lembur.
Sam berusaha bekerja keras dengan tetap mengedepankan hati nurani. Secara perlahan namun pasti, dia ingin segenap staf dosen dan karyawan Universitas PGRI NTT senantiasa tampil sebagai yang terbaik. Meminjam pendapat James M. Kouzes dan Barry Z. Posner dalam bukunya The Leadership Challenge, Sam Haning menerapkan konsep bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses yang digunakan oleh orang biasa manakala berusaha untuk memunculkan yang terbaik dari dalam diri mereka sendiri dan dari dalam diri orang lain.
Dari konsep tersebut Sam Haning memahami benar bahwa kepemimpinan merupakan sebuah “proses” --artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang melalui suatu proses yang panjang bagaimana mereka, melalui proses tersebut, berusaha memunculkan kemampuan terbaik yang ada dalam diri mereka dan orang lain. Kepemimpinan tidak dilahirkan begitu saja, bahkan pada orang-orang yang pernah menjadi pemimpin besar sekalipun. Hal sangat berbeda dibandingkan sewaktu di masa lalu dia memimpin Geng Scorpion di jalanan Kota Kupang yang semata-mata mengandalkan pengaruh. Sam seolah lahir begitu saja menjadi “pemimpin” Geng Scorpion.
Memang, demikian kata pakar kepemimpinan Dr. Christine Fald, kepemimpinan adalah pengaruh. Tentu bukan sekadar pengaruh  buat menggerakkan pengikut. Tapi, kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka (pengikut) secara sukarela bersama-sama berupaya meraih tujuan yang telah ditetapkan (visi bersama).
Sam menyadari bahwa setiap pemimpin memiliki kewajiban mendorong orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan dan mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Jangan pernah bekerja sendirian! Keberhasilan bukan karena usaha sendiri tetapi berkat upaya bersama-sama. Tidak ada pemimpin tipe Lone Ranger. Jika Anda sendirian, maka Anda tidak memimpin siapapun!
Sebagai Rektor Universitas PGRI NTT dan pemimpin sejumlah organisasi (Pemuda Pancasila Wilayah NTT, KONI Provinsi NTT dan Pertina NTT), Sam memahami benar bahwa kemampuan seorang pemimpin untuk memungkinkan orang lain melakukan tindakan sangatlah penting. Saat ini Sam tercatat sebagai Ketua Majelis Wilayah Pemuda Pancasila NTT, Ketua Pembinaan Prestasi KONI NTT, Sekretaris Pertina NTT, dan aktif menjadi advokat yang siap membantu orang-orang miskin yang dibelit masalah hukum. Sam meyakini, para pengikut tidak akan memberikan kinerja terbaik mereka ataupun tetap setia dalam jangka waktu lama apabila pemimpin mereka justru membuat mereka merasa lemah, memiliki ketergantungan, atau terasingkan. Disinilah peran seorang pemimpin dibutuhkan untuk dapat tidak sekadar membimbing, lebih dari itu, bagaimana sang pemimpin dapat memberdayakan mereka dan membina hubungan sehingga mampu menjadi pemenang atau mencapai kehidupan yang lebih baik. Melalui hubungan itulah, seorang pemimpin dapat mengubah para pengikut menjadi pemimpin juga. Memimpin dengan hati, itulah barangkali inti kerja keras Sam dalam memimpin Universitas PGRI NTT saat ini.
Dia mengingatkan seorang pemimpin mesti menyadari bahwa yang menjadi titik sentral tidak lagi terletak pada dirinya sendiri, melainkan juga pada orang-orang yang dipimpinnya. Dia adalah seorang pemimpin yang memperhatikan bagaimana orang lain dapat tumbuh, berkembang, dan mencapai visi secara bersama-sama, sehingga orang  yang dipimpinnya kelak akan menjadi pemimpin juga. Inilah kepemimpinan dengan hati yang berusaha diimplementasikan oleh seorang Sam Haning di tengah-tengah civitas akademika Universitas PGRI NTT dan organisasi-organisasi yang dipimpinnya.
Sebagai umat beragama, Sam meyakini pada hakekatnya setiap insan adalah pemimpin, baik pemimpin di suatu organisasi maupun pemimpin dalam rumah tangga. Kata-kata bijak religius bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan manusia kelak dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya. Seseorang yang memimpin di universitas, akan mempertanggungjawabkan semua tugas dan tanggung-jawabnya di universitas yang ia pimpin tersebut. Demikian pula seorang pemimpin dalam rumah tangga bagaimana dia membina isteri dan anak-anaknya (rumah tangganya) dalam rangka membina keluarga yang  baik.
Dalam iman Kristen, kepemimpinan merupakan titipan kasih yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Karena merupakan titipan kasih, maka seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tidak hanya kepada yang memberikan titipan kasih dan para anggota yang dipimpinnya, tetapi lebih dari itu ia harus mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Masa Kasih. Jadi, menurut iman Kristen, dimensi pertanggung-jawaban kepemimpinan tidak hanya bersifat horizontal, namun juga bersifat vertikal.
Sam ingin pada masa kini dan mendatang dirinya senantiasa bekerja keras dan memimpin sepenuh hati orang-orang yang dipimpinnya. Dia ingin membuktikan bahwa masa silam yang kelam tidak secara otomatis menjadikan orang terus bergelimang dalam lumpur dosa dan noda. Setiap manusia memiliki kehendak untuk berubah, tinggal si manusia itu sendiri mau berubah ataukah tidak berubah.
“Begini, kita ini kan manusia, kalau ular saja bisa berubah kulit, bagaimana manusia berubah perilaku? Yang menentukan hidup seseorang, kemajuan seseorang, tergantung pada orang itu sendiri. Kenapa saya katakan begitu? Saya punya filosofi satu, saya ini maju, saya berhasil karena Tuhan, saya juga berhasil karena memakai baju orang lain dan memakai sepatu orang lain,” ujar Sam Haning.
Pakai baju orang lain? Bukankah kita harus melihat kemampuan dan kekuatan diri sendiri? Sam berfilosofi, “Karena dulu, saya memakai sepatu saya sendiri, misalnya nomor 43, sekarang saya sudah mengubah nomor sepatu saya menjadi nomor 44. Maksudnya, perilaku yang lama jangan dipertahankan lagi. Sekarang kita harus mengubah perilaku kita untuk menjadi lebih baik. Kenapa orang lain itu bisa, lalu kita tidak bisa. Kita harus bisa berubah. Kalau kita mau mengubah diri kita, kita harus melihat orang lain yang jauh lebih baik. Kita harus mengubah perilaku kita bahwa orang lain bisa, maka kita juga harus bisa. Kalau bukan kita yang mengubah nasib diri kita, ya siapa lagi. Karena tidak ada orang lain. Kita juga harus tetap ora et labora.”

B.    Obsesi dan Sosok Perubahan
Sebagai sosok yang masih relatif muda dan memiliki tapak karir lumayan mengkilap, Sam Haning masih memiliki sejumlah mimpi dan obsesi untuk menggapai masa depan yang jauh lebih bermanfaat dan bermartabat. Mimpi dan obsesi dapat dikatakan menjadi semacam suluh dalam upaya seseorang meretas jalan masa depan yang penuh harap dan asa. Tentu tidak sekadar harap dan asa bilamana kita ingin kehidupan yang lebih baik lagi. Butuh keberanian untuk merealisasikan dan membumikan asa dan obsesi.
Tidak perlu diragukan bahwa keberanian dibutuhkan oleh setiap orang yang ingin membangun diri dalam kerangka memberikan manfaat kepada banyak orang. Keberanian dibutuhkan untuk mulai melangkah ke masa depan menggapai asa dan obsesi. Sam yang telah meletakkan visi perubahan di Universitas PGRI NTT sangat ingin menjadi sosok pemimpin yang kuat dalam menatap masa depan yang berpengharapan.
Sam ingin tampil dengan visi (landasan pemikiran) yang kuat, teguh berpegang pada prinsip (nilai-nilai kultural), dan memberikan aksi (teladan) yang nyata, didukung serta menjadi figur rujukan. Sam ingin membangun komunikasi dengan baik dan jelas. Sam ingin memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni. Dia ingin menjadi pemimpin yang betul-betul memahami akar persoalan di universitas, bahkan lebih jauh suatu saat nanti akar persoalan masyarakat, yang dipimpinnya. Dia ingin menjadi pemimpin yang senantiasa mendorong perubahan, obyektif, berpikir positif, berwawasan luas, memiliki ide cemerlang, idealis, motivasi tinggi, enerjik, intelek dan berorientasi pada tindakan serta kerja nyata. Termasuk tegas dan berani mengambil keputusan, sigap membaca kondisi lembaga yang dipimpin, mempunyai kemampuan menjadi inspirator, serta motivator dan komunikator yang baik.
Sam ingin menjadi sosok pemimpin yang mengetahui arah perubahan, menyiapkan sumber daya yang diperlukan, menentukan tujuan akhir dan keuntungan yang hendak digapai, mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dan menyiapkan cara mengontrolnya. Sosok pemimpin yang membangun kondisi positif dan kondusif guna mendukung berjalannya proses perubahan dengan baik dan sesuai rencana. Membangun arah perubahan yang jelas bagi tim dan organisasi yang dipimpin. Sosok yang mampu mengembangkan setiap anggota tim untuk melakukan dan mencapai tujuan perubahan secara rancak bersama-sama. Sosok yang sanggup menganalisa dan memberikan kebutuhan yang diperlukan dalam setiap proses perubahan. Sosok yang memberikan saran, nasihat dan solusi buat menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Sosok yang mendengar secara aktif terhadap segala hal mengenai perubahan. Sosok yang mampu mendorong orang untuk berperan aktif dan memberikan pendapat ihwal perubahan yang tengah dilakukan. Sosok yang piawai mengumpulkan berbagai macam ide dari berbagai sumber. Sosok yang mampu membawa keluar dari krisis yang dihadapi lembaga yang dipimpinnya.
Sekadar contoh, kita bisa mengingat IBM (International Business Machines Corp) yang pernah mengalami kerugian terbesar dalam sejarah perusahaan Amerika Serikat (AS). Big Blue, demikian sebutan IBM, yang begitu dihormati tiba-tiba tenggelam relatif cepat. Pada tahun 1992, multinasional yang berdiri tahun 1924 dan embrionya telah dirintis sejak 1888 itu, mengumumkan kerugian sebesar US$4,97 miliar dan terus merosot hingga US$8 miliar pada 1993. Tatkala hendak tenggelam, Lou Gerstener, yang sukses mengantarkan RJR Nabisco dari kerugian US$1,1 miliar menjadi laba US$299 juta pada (1992), diminta menjadi pemimpin baru multinasional di bidang komputer tersebut. Secara cepat dan tepat, melalui perubahan yang digulirkan, pada tahun 1994 IBM berhasil meraup keuntungan senilai US$3 miliar. Sebuah perubahan spektakuler sebesar US$11 miliar, nilai fantastis keuntungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari rugi US$8 miliar menjadi untung US$3 miliar.
Contoh serupa dilakukan oleh GE (General Electric). Ketika perputaran roda bisnis dalam posisi datar-datar saja dan kalau tidak dilakukan perubahan dipastikan bakal terjadi stagnasi, maka konglomerat global yang dirintis oleh “sang jenius” Thomas Alva Edison ini mengganti pimpinan lama dengan pemimpin baru (Jack Welch). Melalui tangan dingin pria bernama lengkap John Francis Welch itu, GE mampu bangkit. GE kemudian menjadi langganan Fortune 500 dan BusinessWeek 1.000 sebagai salah satu perusahaan terbaik di dunia. Pada saat Jack Welch mengundurkan diri saat berusia 65 tahun (1999) dengan paket pensiun senilai US$2,5 juta per tahun, nilai pasar multinasional yang bergerak di bisnis peralatan rumah tangga, peralatan kesehatan, keuangan, dan mesin pesawat itu mencapai US$410,8 miliar. Atau, berlipat ganda dari saat “sang legenda” kepemimpinan bisnis multinasional itu mulai memimpin GE (1981) yang tercatat hanya sebesar US$15,9 miliar.
Lou Gerstener dan Jack Welch dapat dikatakan sebagai sosok pemimpin yang memiliki keberanian untuk melakukan perubahan perusahaan ke arah yang jauh lebih baik, menggulirkan perubahan positif. Memang, lembaga seperti universitas bukanlah lembaga bisnis. Namun demikian, memimpin sebuah universitas mesti memiliki keberanian melakukan kalkulasi semi-bisnis. Arti kata, Semuel Haning menyadari bahwa memimpin sebuah universitas tidak dapat semata-mata bersandar pada perhitungan bisnis atau hanya mengedepankan aspek pengabdian.
Untuk itulah, sejauh ini Sam Haning tetap mempertahankan biaya murah (SPP sebesar Rp1 juta per semester) di Universitas PGRI NTT. Dengan biaya yang relatif murah, Sam berpikir cukup sederhana namun jitu, yakni menambah daya tampung setiap fakultas dan program studi yang ada di PTS terbesar di NTT ini. Ibarat jualan sembako dengan margin keuntungan tipis, pedagang sembako meraup untung besar karena volume penjualan yang besar dan perputaran barang yang cepat.
Sam Haning tak hendak menyamakan pengelolaan sebuah universitas dengan berdagang sembako. Bukan itu maksudnya. Selain memang mendatangkan mobilisasi dana yang lumayan dengan menambah daya tampung, langkah ini juga memberikan kesempatan yang besar bagi anak muda NTT untuk menikmati pendidikan tinggi.
Bagai sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui, bersama Universitas PGRI NTT, Sam Haning menuai hasil yang luar biasa. Bila pada saat dia mulai memimpin, jumlah mahasiswa masih sekitar 4.640 orang, di pertengahan tahun 2012 mahasiswa yang tercatat mencapai 13.760 orang. Sebuah lompatan peningkatan yang sangat signifikan. “Kini Universitas PGRI menjadi salah satu universitas yang makin diperhitungkan di wilayah NTT,” ujar Sam.
Selain itu, hasil yang juga patut dibanggakan seorang Sam Haning, kini Universitas PGRI NTT memiliki gedung rektorat dan gedung perkuliahan sendiri, tak lagi menumpang di sekolah-sekolah di Kota Kupang.
Berkat hasil nyata itu, Sam Haning menggantung asa dan obsesi ke depan, Universitas PGRI NTT tampil sebagai yang terdepan dalam langkah-langkah membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) NTT yang bermutu dan kompetitif di pasar kerja. “Itu obsesi utama saya. Artinya, bagaimana membuat anak-anak NTT yang pendidikannya masih di bawah itu kemudian mereka dapat mengecap pendidikan yang lebih layak. Saya katakan begitu, bahwa obsesi ini belum terjawab tapi sudah mulai tampak. Setidaknya kini terasa dari kemampuan Universitas PGRI memberi kesempatan kepada mereka yang kurang mampu untuk tetap menikmati kuliah di perguruan tinggi,” tutur Sam Haning penuh optimisme.
Mewujudkan obsesi memang mesti dimulai dari obsesi kecil-kecilan. Sam tidak ingin terjebak pada penyesalan tatkala kematian menjemput tak sedikit pun obsesi yang terwujud. Dia tidak ingin berandai-andai manakala namanya telah terpatri di batu nisan: “Saya ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik tapi apa daya kekuatan yang ada tidak memungkinkan, saya ingin mengubah lingkungan sekitar namun keinginan tinggal sebatas khayalan karena tak ada daya yang cukup, saya ingin mengubah lembaga yang saya pimpin namun kekuatan tangan rupanya tak cukup daya, andai saja saya dulu memulai mengubah diri ini menjadi jauh lebih baik, setidaknya ada goresan kesan di mata orang sekeliling.”
Sam Haning bersyukur diberi kepercayaan untuk memimpin Universitas PGRI NTT sejak Januari 2010 lalu. Dari sini dia berusaha mewujudkan obsesi-obsesi kecil sebelum dirinya mampu meretas obsesi yang lebih besar lagi, lebih luas dan lebih pada perwujudan kepentingan orang banyak. Mulailah dia mewujudkan kampus murah-meriah, kampus sebagai sumber pembinaan atlet-atlet berbakat, serta kampus sebagai pencetak sumber daya manusia yang mampu menjadi jembatan antara masyarakat dan lembaga pemerintahan. Mulailah dia menerapkan SPP murah, membina mahasiswa yang atlet melalui unit-unit kegiatan mahasiswa, serta Kuliah Kerja Nyata di daerah-daerah terpencil yang nyaris terkucil.

C.   Membangun Citra Positif
Ketika dunia kampus yang dipimpinnya mulai menampakkan kesan (citra) positif dan memperoleh banyak apresiasi dari berbagai kalangan, Sam Haning merasa dirinya harus memberanikan diri keluar dari rutinitas keseharian. Manakala kampus telah mampu berjalan secara sistemik melalui tangan-tangan kepemimpinan pada lingkup fakultas sampai program studi, Sam Haning berusaha keluar membangun dan merajut jejaring yang lebih luas dan mengglobal.
Di tangan Sam Haning, Universitas PGRI NTT kini telah memiliki jalinan kerjasama bidang pendidikan dengan Republik Democratic Timor Leste, Pusat Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan kalangan usaha. Jejaring ini demikian penting buat memajukan dan meningkatkan peran aktif Universitas PGRI NTT di tengah-tengah masyarakat NTT.
Dengan kalangan usaha, saat ini Semuel Haning aktif pada Komite Organisasi dan Keanggotaan di Asosiasi Pengusaha Pengadaan Barang dan Jasa Indonesia (Aspanji) Provinsi NTT. Dia ingin mendarmabaktikan waktunya buat kemajuan kerjasama kalangan usaha dan dunia kampus. Selain pembinaan olahraga yang telah memperoleh berbagai apresiasi, Sam Haning juga ingin memberi warna kewirausahaan (entrepreneurship) pada Kampus Universitas PGRI NTT.
Ke bawah, Sam Haning aktif mendampingi mahasiswa Universitas PGRI NTT yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Misalkan saat mahasiswa Universitas PGRI NTT melakukan KKN di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada medio Agustus 2012. Mahasiswa aktif turun ke tengah-tengah masyarakat desa yang belum terlalu maju. Dan, pada kesempatan itu Semuel Haning memberikan berbagai bantuan buat warga masyarakat desa yang menjadi lokasi KKN.
Sejak awal menjabat Rektor Universitas PGRI NTT, Sam Haning berusaha mengajak peran aktif mahasiswa mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi lingkungan setempat. Sekadar contoh pada KKN 2010 yang dipusatkan di Kampus Universitas PGRI, mahasiswa membangun Tugu Universitas PGRI di kampus yang mulai banyak dikenal calon mahasiswa dari luar NTT itu. Mereka juga membangun lapangan  bolavoli dan bulutangkis, tempat duduk mahasiswa dan tempat parkir di halaman kampus yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Kupang, itu.
Tugu Universitas PGRI dibangun dengan memadukan unsur seni dan keindahan, dilengkapi air mengalir pada tugu dan langsung diresmikan Semuel Haning selaku Rektor Universitas PGRI NTT.
Dalam sambutannya, ketika itu, Samuel Haning menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap mahasiswa Universitas PGRI NTT yang telah bekerja keras membangun tugu dan prasasti yang penuh arti tersebut. Dikatakannya, keberadaan tugu yang dibangun --serta fasilitas berupa gedung-- merupakan hasil jerih payah seluruh mahasiswa Universitas PGRI NTT. Untuk itu, katanya, "Mari kita bersama-sama menjaga dan merawat bangunan yang ada ini, karena ini dibangun dengan uang kalian. Kalau ada yang mau merusak maka saya akan membawa ke pintu hukum."
Sam Haning menjelaskan, air yang mengalir pada tugu yang baru dibangun tersebut diharapkan mampu memberi makna langkah dan upaya membersihkan hati yang cerdas secara akademik ataupun spritual. "Air yang mengalir ini kiranya bisa membersihkan hati yang cerdas dan berjiwa bersih," jelasnya.
Saat ini, menurut Sam Haning, warga masyarakat NTT telah menaruh kepercayaan yang baik pada Universitas PGRI NTT. Hal ini ditandai dengan jumlah calon mahasiswa yang mendaftar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada kesempatan peresmian Tugu PGRI itu, Ketua Program Studi Bahasa Indonesia FKIP Universitas PGRI NTT, Drs. Samuel Nitbani, M.Pd, menjelaskan, pembangunan tugu PGRI tersebut merupakan ide dan kerja keras mahasiswa KKN 2010. Ide ini merupakan bagian dari identifikasi masalah yang ada.
Masalah yang diidentifikasi, katanya, antara lain belum adanya lapangan olahraga, tempat duduk mahasiswa dan tempat parkir. Selain itu, lanjutnya, dari sebuah batu karang muncul ide untuk membuat tugu.
Diterangkan Samuel Nitbani, lapangan Universitas PGRI berada paling atas dari tugu tersebut dimaksudkan agar semua komponen dalam Universitas PGRI mesti menghormati dan menjunjung tinggi lembaga pendidikan tinggi tersebut. Sementara bagian tengah yang berbentuk curam melambangkan lembaga ini harus mencurahkan nilai-nilai akademik dan budi pekerti kepada mahasiswa yang mencari ilmu di sana.  
Sam Haning benar-benar ingin meretas citra positif, terutama melalui Universitas PGRI NTT. Nilai-nilai filosofis pendidikan dan pengelolaan sebuah lembaga pendidikan terus ditanamkan dan dikristalisasi ke dalam relung-relung segenap civitas akademika Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbesar di NTT ini.
Dengan kekokohan citra yang mulai bersemi dari kawah candradimuka Kampus Universitas PGRI NTT, Sam Haning berusaha keluar dari frame dunia pendidikan memasuki jagat pengabdian seorang advokat dan dunia politik praktis. Di tengah-tengah kesibukannya di dunia kampus, Sam Haning masih menyempatkan diri memberikan advokasi pada kalangan yang tidak mampu ketika menghadapi persoalan hukum. Dia menyadari bahwa setiap advokat memiliki kewajiban untuk membantu siapa saja (terutama kalangan yang tidak mampu) yang dibelit kasus atau perkara hukum.
Dalam kiprah di politik praktis, Semuel Haning aktif sebagai kader Partai Golkar Provinsi NTT. Menghadapi pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Provinsi NTT pada 2013, dia siap mencalonkan diri melalui jalur independen.        
Dengan mengusung sandi politik HENING, Semual Haning maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan calon gubernur Anthony Henryques, M.Sc. Pasangan ini berjanji akan melakukan perubahan di NTT dan menempatkan kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi. Pasangan calon ini secara resmi memperkenalkan diri kepada publik dengan menggelar jumpa pers di Palapa Resto, Jalan Palapa Kupang, pekan pertama November 2012. Anthony Henryques adalah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Ngada periode 1976-1981 dan saat ini menjabat sebagai Team Leader Consultant Perumahan Rakyat Wilayah Bali, NTB dan NTT pada Kementerian Perumahan Rakyat RI.
Dalam perkenalannya di hadapan pers, Anthony menegaskan bahwa niatnya maju sebagai calon gubernur NTT (2013-2018) untuk membawa perubahan di NTT dan dirinya telah mensosialisasikan diri sejak bulan November 2011 lalu. Dia merasa yakin pada kompetensinya sebagai ahli infrastruktur dan pengembangan wilayah sehingga perubahan di NTT sangat mungkin diwujudkan. Apalagi dirinya berpasangan dengan Semuel Haning yang berlatar belakang disiplin hukum. Anthony berjanji di bawah kepemimpinannya, bersama Semuel, akan melibas habis korupsi dan koruptor. Duet HENING adalah duet anti-korupsi.
"Saya pilih Pak Semuel karena beliau orang hukum. Bahwa hukum di NTT harus dibenahi agar program pemerintah bisa berjalan baik dan adil. Korupsi akan saya libas habis," tegas Anthony.
Semuel Haning sendiri menyatakan kesiapannya bersama Anthony memimpin provinsi berpenduduk sekitar lima juta itu ke depan. Programnya, antara lain,  akan menghidupkan budaya atau kultur ilmiah dan perbaikan infrastruktur. Sebagai kader Partai Golkar, Semuel menegaskan bukanlah suatu masalah bilamana dirinya maju melalui jalur perseorangan (independen). “Kami memilih untuk maju lewat jalur independen karena tidak selamanya partai politik harus jadi kendaraan politik. Partai Golkar harus bangga bahwa masih ada kader partai yang bisa dijual. Program kami ialah perbaikan infrastruktur di NTT karena daerah ini masih banyak yang terbengkalai,” tandas Semuel Haning.
Sam pun cukup rajin rajin turun ke daerah-daerah di NTT untuk mensosialisasikan diri, memaparkan visi-misi dan menyerap aspirasi. Bersyukur, pasangan HENING cukup memperoleh respon positif.
Di tengah tanggapan positif berbagai kalangan masyarakat, muncul pula aspirasi dari Pimpinan, Pembantu Rektor, Dosen, mahasiswa, dan alumni Universitas PGRI NTT yang tidak boleh diabaikan begitu saja. “Mereka datang dan mengatakan ‘Bapak masih kami butuhkan, Bapak mesti bersama kami karena baru dua tahun di sini, lembaga ini makin bermutu dan daya saingnya luar biasa, mulai kelihatan, kalau bisa Bapak jangan meninggalkan kami’,” ungkap Semuel Haning. Sam pun mesti berpikir ulang untuk terus melaju dalam pencalonan diri dalam Pilkada Provinsi NTT 2013.
Sam lalu berpikir keras. Dia tidak melupakan kedua orang-tuanya yang selama ini masih terus memberi dukungan moril dalam perjalanan hidupnya. “Saya juga harus mendapat restu dari orang tua, mereka katakan ‘Tuhan kasih berkat di pendidikan, setelah selesaikan tugas di pendidikan, silakah terima tugas yang lain. Kamu jangan memikirkan bulan di langit yang tidak bisa digapai, sedangkan air di tempayan genggamanmu kau buang. Yang ada marilah kita gunakan, jangan mikir yang lain-lain’. Saya akhirnya mengundurkan diri dari pencalonan,” papar Sam yang sejak awal 2010 mengemban amanah sebagai Rektor Universitas PGRI NTT ini.
Dan, dalam perjalanan selanjutnya, Sam ingin berkonsentrasi penuh melayarkan ‘kapal’ Universitas PGRI NTT ke ‘samudera’ persaingan kualitas pendidikan tinggi yang semakin ketat. Dia pun berharap bahwa dirinya akan selalu menguasai keteguhan dan kebaikan yang cukup untuk memelihara apa yang telah dia pertimbangkan patut ditiru dari semua pangkat dan karakter dari seorang manusia yang jujur. Dalam bahasa yang sedikit rendah hati, Sam tegas bahwa masih ada orang baik dan jujur dari partai politik –terlepas mau maju memimpin daerah lewat partai politik ataupun perseorangan. Dengan masa lalu yang kelam dan karut-marut citra partai politik, Sam ingin membuktikan masih ada berlian di tengah kubangan lumpur. ***

No comments:

Post a Comment