Aku berharap bahwa aku akan selalu
menguasai keteguhan dan kebaikan yang cukup untuk memelihara apa yang aku
pertimbangkan patut ditiru dari semua pangkat dan karakter dari seorang manusia
yang jujur.
George
Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat (1789-1797)
Kupang, Juli 2012.
Organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila (PP) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar
musyawarah wilayah di Kupang. Hangat penuh semangat. Bertekad kuat memberi
warna spirit kejuangan dan kepemimpinan masyarakat lokal NTT.
Tampil
membuka musyawarah, Ketua Umum DPD Pemuda Pancasila Nusa Tenggara Timur Samuel
Haning mengajak para pemuda di NTT agar mempunyai mimpi untuk menjadi pemimpin yang
kuat, responsif dan bekerja sepenuh hati di tengah-tengah masyarakat NTT yang
ingin mendaki perubahan yang lebih baik di masa mendatang. Dengan begitu ada
upaya bekerja keras menyiapkan masa depan yang lebih baik dan berpengharapan sejak
dari sekarang.
"Perlu
dibangun semangat, tekad, dan kemauan untuk membangun daerah dan mempertahankan
Pancasila," tandas Samuel Haning.
Sam
menegaskan bahwa wilayah NTT membutuhkan pemimpin yang punya karakter, cerdas,
berwibawa, dan memiliki integritas kepribadian yang senentiasa bekerja keras sepenuh
hati untuk kepentingan daerah. "Jangan sampai pemuda di wilayah ini hanya
menjadi beban bagi orangtua, pemerintah, dan masyarakat sekitar. Pemuda harus
punya mimpi menjadi pemimpin ke depan, minimal anggota DPRD. Dan pemuda harus
berani mewujudkan mimpi-mimpi yang membumi," ujar Sam Haning.
Masa
depan NTT ditentukan oleh kesiapan pemuda sekarang dalam menatap masa depan. Sebab
itu, pendidikan formal, kegiatan keorganisasian, dan pendidikan Pancasila harus
dipahami dan diperjuangkan agar tercipta generasi yang memiliki akhlak kuat,
bermoral dan menjunjung tinggi etika. Benar-benar muncul satu generasi yang mumpuni
membawa masa depan NTT yang prospektif dan mampu mensejajarkan diri dengan
daerah-daerah lain yang telah lebih dulu maju.
A. Bekerja Sepenuh Hati Menghapus Warna
Masa Silam yang Kelam
Semuel
Haning sangat bersyukur dirinya kini berada di dunia kampus Universitas PGRI
NTT. Sebuah dunia yang membutuhkan kesabaran, kelembutan dan keikhlasan dalam
pengabdian. Sebuah dunia yang demikian kontras dibandingkan dengan dunia masa
silam Sam yang teramat hitam-kelam. Dia teringat kalam Tuhan bahwa anak manusia
manusia yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin adalah celaka, anak
manusia yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah merugi, dan anak manusia
yang hari ini lebih baik daripada masa lalu adalah beruntung.
Dunia kampus menjadi kawah candradimuka bagi Sam
Haning untuk meretas citra diri yang jauh lebih bermartabat dan bermanfaat dibandingkan
dengan masa lalu yang penuh liku kerasnya kehidupan jalanan Kota Kupang. “Dulu,
saya hidup dalam lumpur dosa, berangkat dari anak jalanan. Ketika saya memiliki
kehidupan yang lebih baik seperti sekarang ini, saya tidak mau lupa daratan.
Saya berusaha memperlakukan kolega, staf dan pimpinan yang lebih tua di sini
sebagai orangtua, sebagai sejawat, dan sebagai sahabat. Kalau ada kegiatan apa
saja sampai kemudian berlangsung sukses, sebelumnya saya rapatkan terlebih dulu
bersama-sama tim. Sebagai rektor, saya tidak pernah mengambil keputusan sendiri.
Di kampus ini saya mendidik, staf saya harus baik, terjadi peningkatan-peningkatan
kualitas hidup mereka. Saya memahami betapa sulitnya hidup saya dulu. Kalau
saya sekarang menjadi rektor, itu tidak terlepas dari kasih Tuhan, maka harus
saya jawab dengan bekerja keras sepenuh hati,” tutur Sam panjang-lebar mengharu
biru.
Dalam
tekadnya mendidik dan mengupayakan peningkatan kualitas hidup staf dan segenap
civitas akademika Universitas PGRI NTT, Sam Haning tidak serta merta memanjakan
dan memenuhi segala kebutuhan mereka tanpa harus bekerja keras. Sebaliknya, Sam
berusaha memantik mereka agar bekerja keras sepenuh hati guna menggapai
kualitas kehidupan yang jauh lebih baik dan lebih berpengharapan di masa-masa
mendatang.
Sam
tidak sekadar omong kosong. Dia berusaha memberi contoh bagaimana kerja keras
dan totalitas dalam membesarkan dan memimpin lembaga pendidikan bernama Universitas
PGRI NTT. Hal ini dia buktikan dengan totalitasnya pada Kampus Universitas PGRI
NTT. “Saya sekarang sudah terbiasa masuk pukul 07.00 Wita, atau sekitar pukul
07.30 Wita. Semua karyawan harus sudah mengisi daftar hadir. Masuk kantor ini
adalah kewajiban. Jadi terkadang saya lebih duluan daripada karyawan, tapi kadang
juga bersamaan masuk, tergantung kesibukan saja. Dan saya biasa pulang kerja
pukul 17.00 Wita, sementara karyawan boleh pulang pukul 14.00 Wita sebagai
batas akhir jam kerja. Saya pulang kadang tergantung tingkat kesibukan juga.
Karena saya tidak bisa atau tidak biasa meninggalkan atau menunda pekerjaan
sampai besok. Pekerjaan hari ini harus selesai hari ini juga. Tapi kalau ada
yang lembur, maka mereka dianggap melakukan kerja lembur,” papar Sam Haning
ihwal totalitasnya bersama segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT.
Sam
tidak semata-mata menuntut pada semua karyawan Universitas PGRI NTT harus
bekerja seperti dirinya. Boleh jadi dirinya tidak mempersoalkan jam kerja yang melewati
waktu normal jam dinas. Tapi, boleh jadi pula, karyawan cukup berhitung soal
jam kerja sesuai rentang waktu yang telah ditetapkan oleh lembaga di mana
mereka bekerja. Untuk itulah, Sam tetap memperlakukan karyawan bekerja di luar
jam dinas sebagai kerja lembur.
Sam
berusaha bekerja keras dengan tetap mengedepankan hati nurani. Secara perlahan
namun pasti, dia ingin segenap staf dosen dan karyawan Universitas PGRI NTT senantiasa
tampil sebagai yang terbaik. Meminjam pendapat James M. Kouzes dan Barry Z.
Posner dalam bukunya The Leadership
Challenge, Sam Haning menerapkan konsep bahwa kepemimpinan adalah sebuah
proses yang digunakan oleh orang biasa manakala berusaha untuk memunculkan yang
terbaik dari dalam diri mereka sendiri dan dari dalam diri orang lain.
Dari
konsep tersebut Sam Haning memahami benar bahwa kepemimpinan merupakan sebuah
“proses” --artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang melalui suatu proses
yang panjang bagaimana mereka, melalui proses tersebut, berusaha memunculkan
kemampuan terbaik yang ada dalam diri mereka dan orang lain. Kepemimpinan tidak
dilahirkan begitu saja, bahkan pada orang-orang yang pernah menjadi pemimpin
besar sekalipun. Hal sangat berbeda dibandingkan sewaktu di masa lalu dia
memimpin Geng Scorpion di jalanan Kota Kupang yang semata-mata mengandalkan
pengaruh. Sam seolah lahir begitu saja menjadi “pemimpin” Geng Scorpion.
Memang,
demikian kata pakar kepemimpinan Dr. Christine Fald, kepemimpinan adalah
pengaruh. Tentu bukan sekadar pengaruh
buat menggerakkan pengikut. Tapi, kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain sehingga mereka (pengikut) secara sukarela bersama-sama berupaya
meraih tujuan yang telah ditetapkan (visi bersama).
Sam
menyadari bahwa setiap pemimpin memiliki kewajiban mendorong orang lain untuk
mencapai tujuan-tujuan dan mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Jangan
pernah bekerja sendirian! Keberhasilan bukan karena usaha sendiri tetapi berkat
upaya bersama-sama. Tidak ada pemimpin tipe Lone
Ranger. Jika Anda sendirian, maka Anda tidak memimpin siapapun!
Sebagai
Rektor Universitas PGRI NTT dan pemimpin sejumlah organisasi (Pemuda Pancasila
Wilayah NTT, KONI Provinsi NTT dan Pertina NTT), Sam memahami benar bahwa kemampuan
seorang pemimpin untuk memungkinkan orang lain melakukan tindakan sangatlah
penting. Saat ini Sam tercatat sebagai Ketua Majelis Wilayah Pemuda Pancasila
NTT, Ketua Pembinaan Prestasi KONI NTT, Sekretaris Pertina NTT, dan aktif
menjadi advokat yang siap membantu orang-orang miskin yang dibelit masalah
hukum. Sam meyakini, para pengikut tidak akan memberikan kinerja terbaik mereka
ataupun tetap setia dalam jangka waktu lama apabila pemimpin mereka justru membuat
mereka merasa lemah, memiliki ketergantungan, atau terasingkan. Disinilah peran
seorang pemimpin dibutuhkan untuk dapat tidak sekadar membimbing, lebih dari
itu, bagaimana sang pemimpin dapat memberdayakan mereka dan membina hubungan
sehingga mampu menjadi pemenang atau mencapai kehidupan yang lebih baik.
Melalui hubungan itulah, seorang pemimpin dapat mengubah para pengikut menjadi
pemimpin juga. Memimpin dengan hati, itulah barangkali inti kerja keras Sam
dalam memimpin Universitas PGRI NTT saat ini.
Dia
mengingatkan seorang pemimpin mesti menyadari bahwa yang menjadi titik sentral
tidak lagi terletak pada dirinya sendiri, melainkan juga pada orang-orang yang
dipimpinnya. Dia adalah seorang pemimpin yang memperhatikan bagaimana orang
lain dapat tumbuh, berkembang, dan mencapai visi secara bersama-sama, sehingga
orang yang dipimpinnya kelak akan
menjadi pemimpin juga. Inilah kepemimpinan dengan hati yang berusaha
diimplementasikan oleh seorang Sam Haning di tengah-tengah civitas akademika
Universitas PGRI NTT dan organisasi-organisasi yang dipimpinnya.
Sebagai
umat beragama, Sam meyakini pada hakekatnya setiap insan adalah pemimpin, baik
pemimpin di suatu organisasi maupun pemimpin dalam rumah tangga. Kata-kata
bijak religius bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan manusia kelak dimintai
pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya. Seseorang yang memimpin di universitas,
akan mempertanggungjawabkan semua tugas dan tanggung-jawabnya di universitas
yang ia pimpin tersebut. Demikian pula seorang pemimpin dalam rumah tangga
bagaimana dia membina isteri dan anak-anaknya (rumah tangganya) dalam rangka
membina keluarga yang baik.
Dalam
iman Kristen, kepemimpinan merupakan titipan kasih yang harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Karena merupakan titipan kasih,
maka seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tidak hanya
kepada yang memberikan titipan kasih dan para anggota yang dipimpinnya, tetapi
lebih dari itu ia harus mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Masa Kasih.
Jadi, menurut iman Kristen, dimensi pertanggung-jawaban kepemimpinan tidak
hanya bersifat horizontal, namun juga bersifat vertikal.
Sam
ingin pada masa kini dan mendatang dirinya senantiasa bekerja keras dan
memimpin sepenuh hati orang-orang yang dipimpinnya. Dia ingin membuktikan bahwa
masa silam yang kelam tidak secara otomatis menjadikan orang terus bergelimang
dalam lumpur dosa dan noda. Setiap manusia memiliki kehendak untuk berubah,
tinggal si manusia itu sendiri mau berubah ataukah tidak berubah.
“Begini,
kita ini kan manusia, kalau ular saja bisa berubah kulit, bagaimana manusia
berubah perilaku? Yang menentukan hidup seseorang, kemajuan seseorang,
tergantung pada orang itu sendiri. Kenapa saya katakan begitu? Saya punya
filosofi satu, saya ini maju, saya berhasil karena Tuhan, saya juga berhasil
karena memakai baju orang lain dan memakai sepatu orang lain,” ujar Sam Haning.
Pakai
baju orang lain? Bukankah kita harus melihat kemampuan dan kekuatan diri
sendiri? Sam berfilosofi, “Karena dulu, saya memakai sepatu saya sendiri,
misalnya nomor 43, sekarang saya sudah mengubah nomor sepatu saya menjadi nomor
44. Maksudnya, perilaku yang lama jangan dipertahankan lagi. Sekarang kita
harus mengubah perilaku kita untuk menjadi lebih baik. Kenapa orang lain itu
bisa, lalu kita tidak bisa. Kita harus bisa berubah. Kalau kita mau mengubah
diri kita, kita harus melihat orang lain yang jauh lebih baik. Kita harus
mengubah perilaku kita bahwa orang lain bisa, maka kita juga harus bisa. Kalau
bukan kita yang mengubah nasib diri kita, ya siapa lagi. Karena tidak ada orang
lain. Kita juga harus tetap ora et labora.”
B. Obsesi dan Sosok Perubahan
Sebagai
sosok yang masih relatif muda dan memiliki tapak karir lumayan mengkilap, Sam Haning
masih memiliki sejumlah mimpi dan obsesi untuk menggapai masa depan yang jauh
lebih bermanfaat dan bermartabat. Mimpi dan obsesi dapat dikatakan menjadi
semacam suluh dalam upaya seseorang meretas jalan masa depan yang penuh harap
dan asa. Tentu tidak sekadar harap dan asa bilamana kita ingin kehidupan yang
lebih baik lagi. Butuh keberanian untuk merealisasikan dan membumikan asa dan
obsesi.
Tidak
perlu diragukan bahwa keberanian dibutuhkan oleh setiap orang yang ingin
membangun diri dalam kerangka memberikan manfaat kepada banyak orang.
Keberanian dibutuhkan untuk mulai melangkah ke masa depan menggapai asa dan
obsesi. Sam yang telah meletakkan visi perubahan di Universitas PGRI NTT sangat
ingin menjadi sosok pemimpin yang kuat dalam menatap masa depan yang
berpengharapan.
Sam
ingin tampil dengan visi (landasan pemikiran) yang kuat, teguh berpegang pada
prinsip (nilai-nilai kultural), dan memberikan aksi (teladan) yang nyata,
didukung serta menjadi figur rujukan. Sam ingin membangun komunikasi dengan
baik dan jelas. Sam ingin memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni. Dia ingin
menjadi pemimpin yang betul-betul memahami akar persoalan di universitas,
bahkan lebih jauh suatu saat nanti akar persoalan masyarakat, yang dipimpinnya.
Dia ingin menjadi pemimpin yang senantiasa mendorong perubahan, obyektif,
berpikir positif, berwawasan luas, memiliki ide cemerlang, idealis, motivasi
tinggi, enerjik, intelek dan berorientasi pada tindakan serta kerja nyata. Termasuk
tegas dan berani mengambil keputusan, sigap membaca kondisi lembaga yang
dipimpin, mempunyai kemampuan menjadi inspirator, serta motivator dan
komunikator yang baik.
Sam
ingin menjadi sosok pemimpin yang mengetahui arah perubahan, menyiapkan sumber
daya yang diperlukan, menentukan tujuan akhir dan keuntungan yang hendak
digapai, mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dan menyiapkan cara
mengontrolnya. Sosok pemimpin yang membangun kondisi positif dan kondusif guna
mendukung berjalannya proses perubahan dengan baik dan sesuai rencana. Membangun
arah perubahan yang jelas bagi tim dan organisasi yang dipimpin. Sosok yang
mampu mengembangkan setiap anggota tim untuk melakukan dan mencapai tujuan
perubahan secara rancak bersama-sama. Sosok yang sanggup menganalisa dan
memberikan kebutuhan yang diperlukan dalam setiap proses perubahan. Sosok yang
memberikan saran, nasihat dan solusi buat menyelesaikan masalah-masalah yang
ada. Sosok yang mendengar secara aktif terhadap segala hal mengenai perubahan.
Sosok yang mampu mendorong orang untuk berperan aktif dan memberikan pendapat ihwal
perubahan yang tengah dilakukan. Sosok yang piawai mengumpulkan berbagai macam
ide dari berbagai sumber. Sosok yang mampu membawa keluar dari krisis yang
dihadapi lembaga yang dipimpinnya.
Sekadar
contoh, kita bisa mengingat IBM (International Business Machines Corp) yang pernah
mengalami kerugian terbesar dalam sejarah perusahaan Amerika Serikat (AS). Big Blue, demikian sebutan IBM, yang
begitu dihormati tiba-tiba tenggelam relatif cepat. Pada tahun 1992,
multinasional yang berdiri tahun 1924 dan embrionya telah dirintis sejak 1888
itu, mengumumkan kerugian sebesar US$4,97 miliar dan terus merosot hingga US$8
miliar pada 1993. Tatkala hendak tenggelam, Lou Gerstener, yang sukses
mengantarkan RJR Nabisco dari kerugian US$1,1 miliar menjadi laba US$299 juta
pada (1992), diminta menjadi pemimpin baru multinasional di bidang komputer
tersebut. Secara cepat dan tepat, melalui perubahan yang digulirkan, pada tahun
1994 IBM berhasil meraup keuntungan senilai US$3 miliar. Sebuah perubahan
spektakuler sebesar US$11 miliar, nilai fantastis keuntungan yang belum pernah
terjadi sebelumnya, dari rugi US$8 miliar menjadi untung US$3 miliar.
Contoh
serupa dilakukan oleh GE (General Electric). Ketika perputaran roda bisnis
dalam posisi datar-datar saja dan kalau tidak dilakukan perubahan dipastikan
bakal terjadi stagnasi, maka konglomerat global yang dirintis oleh “sang
jenius” Thomas Alva Edison ini mengganti pimpinan lama dengan pemimpin baru
(Jack Welch). Melalui tangan dingin pria bernama lengkap John Francis Welch
itu, GE mampu bangkit. GE kemudian menjadi langganan Fortune 500 dan BusinessWeek
1.000 sebagai salah satu perusahaan terbaik di dunia. Pada saat Jack Welch
mengundurkan diri saat berusia 65 tahun (1999) dengan paket pensiun senilai
US$2,5 juta per tahun, nilai pasar multinasional yang bergerak di bisnis
peralatan rumah tangga, peralatan kesehatan, keuangan, dan mesin pesawat itu
mencapai US$410,8 miliar. Atau, berlipat ganda dari saat “sang legenda”
kepemimpinan bisnis multinasional itu mulai memimpin GE (1981) yang tercatat
hanya sebesar US$15,9 miliar.
Lou
Gerstener dan Jack Welch dapat dikatakan sebagai sosok pemimpin yang memiliki
keberanian untuk melakukan perubahan perusahaan ke arah yang jauh lebih baik,
menggulirkan perubahan positif. Memang, lembaga seperti universitas bukanlah
lembaga bisnis. Namun demikian, memimpin sebuah universitas mesti memiliki
keberanian melakukan kalkulasi semi-bisnis. Arti kata, Semuel Haning menyadari
bahwa memimpin sebuah universitas tidak dapat semata-mata bersandar pada
perhitungan bisnis atau hanya mengedepankan aspek pengabdian.
Untuk
itulah, sejauh ini Sam Haning tetap mempertahankan biaya murah (SPP sebesar Rp1
juta per semester) di Universitas PGRI NTT. Dengan biaya yang relatif murah,
Sam berpikir cukup sederhana namun jitu, yakni menambah daya tampung setiap
fakultas dan program studi yang ada di PTS terbesar di NTT ini. Ibarat jualan
sembako dengan margin keuntungan tipis, pedagang sembako meraup untung besar
karena volume penjualan yang besar dan perputaran barang yang cepat.
Sam
Haning tak hendak menyamakan pengelolaan sebuah universitas dengan berdagang
sembako. Bukan itu maksudnya. Selain memang mendatangkan mobilisasi dana yang
lumayan dengan menambah daya tampung, langkah ini juga memberikan kesempatan
yang besar bagi anak muda NTT untuk menikmati pendidikan tinggi.
Bagai
sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui, bersama Universitas PGRI NTT, Sam
Haning menuai hasil yang luar biasa. Bila pada saat dia mulai memimpin, jumlah mahasiswa
masih sekitar 4.640 orang, di pertengahan tahun 2012 mahasiswa yang tercatat
mencapai 13.760 orang. Sebuah lompatan peningkatan yang sangat signifikan. “Kini
Universitas PGRI menjadi salah satu universitas yang makin diperhitungkan di
wilayah NTT,” ujar Sam.
Selain
itu, hasil yang juga patut dibanggakan seorang Sam Haning, kini Universitas
PGRI NTT memiliki gedung rektorat dan gedung perkuliahan sendiri, tak lagi
menumpang di sekolah-sekolah di Kota Kupang.
Berkat
hasil nyata itu, Sam Haning menggantung asa dan obsesi ke depan, Universitas
PGRI NTT tampil sebagai yang terdepan dalam langkah-langkah membangun kualitas
sumber daya manusia (SDM) NTT yang bermutu dan kompetitif di pasar kerja. “Itu
obsesi utama saya. Artinya, bagaimana membuat anak-anak NTT yang pendidikannya
masih di bawah itu kemudian mereka dapat mengecap pendidikan yang lebih layak.
Saya katakan begitu, bahwa obsesi ini belum terjawab tapi sudah mulai tampak.
Setidaknya kini terasa dari kemampuan Universitas PGRI memberi kesempatan kepada
mereka yang kurang mampu untuk tetap menikmati kuliah di perguruan tinggi,” tutur
Sam Haning penuh optimisme.
Mewujudkan
obsesi memang mesti dimulai dari obsesi kecil-kecilan. Sam tidak ingin terjebak
pada penyesalan tatkala kematian menjemput tak sedikit pun obsesi yang
terwujud. Dia tidak ingin berandai-andai manakala namanya telah terpatri di
batu nisan: “Saya ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik tapi apa daya
kekuatan yang ada tidak memungkinkan, saya ingin mengubah lingkungan sekitar
namun keinginan tinggal sebatas khayalan karena tak ada daya yang cukup, saya
ingin mengubah lembaga yang saya pimpin namun kekuatan tangan rupanya tak cukup
daya, andai saja saya dulu memulai mengubah diri ini menjadi jauh lebih baik,
setidaknya ada goresan kesan di mata orang sekeliling.”
Sam
Haning bersyukur diberi kepercayaan untuk memimpin Universitas PGRI NTT sejak
Januari 2010 lalu. Dari sini dia berusaha mewujudkan obsesi-obsesi kecil
sebelum dirinya mampu meretas obsesi yang lebih besar lagi, lebih luas dan
lebih pada perwujudan kepentingan orang banyak. Mulailah dia mewujudkan kampus
murah-meriah, kampus sebagai sumber pembinaan atlet-atlet berbakat, serta
kampus sebagai pencetak sumber daya manusia yang mampu menjadi jembatan antara
masyarakat dan lembaga pemerintahan. Mulailah dia menerapkan SPP murah, membina
mahasiswa yang atlet melalui unit-unit kegiatan mahasiswa, serta Kuliah Kerja
Nyata di daerah-daerah terpencil yang nyaris terkucil.
C. Membangun Citra Positif
Ketika
dunia kampus yang dipimpinnya mulai menampakkan kesan (citra) positif dan
memperoleh banyak apresiasi dari berbagai kalangan, Sam Haning merasa dirinya
harus memberanikan diri keluar dari rutinitas keseharian. Manakala kampus telah
mampu berjalan secara sistemik melalui tangan-tangan kepemimpinan pada lingkup
fakultas sampai program studi, Sam Haning berusaha keluar membangun dan merajut
jejaring yang lebih luas dan mengglobal.
Di
tangan Sam Haning, Universitas PGRI NTT kini telah memiliki jalinan kerjasama
bidang pendidikan dengan Republik Democratic Timor Leste, Pusat Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, dan kalangan usaha. Jejaring ini demikian penting buat memajukan dan
meningkatkan peran aktif Universitas PGRI NTT di tengah-tengah masyarakat NTT.
Dengan
kalangan usaha, saat ini Semuel Haning aktif pada Komite Organisasi dan
Keanggotaan di Asosiasi Pengusaha Pengadaan Barang dan Jasa Indonesia (Aspanji)
Provinsi NTT. Dia ingin mendarmabaktikan waktunya buat kemajuan kerjasama
kalangan usaha dan dunia kampus. Selain pembinaan olahraga yang telah
memperoleh berbagai apresiasi, Sam Haning juga ingin memberi warna
kewirausahaan (entrepreneurship) pada
Kampus Universitas PGRI NTT.
Ke
bawah, Sam Haning aktif mendampingi mahasiswa Universitas PGRI NTT yang
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Misalkan saat mahasiswa Universitas PGRI
NTT melakukan KKN di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada medio Agustus
2012. Mahasiswa aktif turun ke tengah-tengah masyarakat desa yang belum terlalu
maju. Dan, pada kesempatan itu Semuel Haning memberikan berbagai bantuan buat
warga masyarakat desa yang menjadi lokasi KKN.
Sejak
awal menjabat Rektor Universitas PGRI NTT, Sam Haning berusaha mengajak peran
aktif mahasiswa mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi lingkungan setempat.
Sekadar contoh pada KKN 2010 yang dipusatkan di Kampus Universitas PGRI,
mahasiswa membangun Tugu Universitas PGRI di kampus yang mulai banyak dikenal
calon mahasiswa dari luar NTT itu. Mereka juga membangun lapangan bolavoli dan bulutangkis, tempat duduk
mahasiswa dan tempat parkir di halaman kampus yang berada di Jalan Perintis
Kemerdekaan, Kota Kupang, itu.
Tugu
Universitas PGRI dibangun dengan memadukan unsur seni dan keindahan, dilengkapi
air mengalir pada tugu dan langsung diresmikan Semuel Haning selaku Rektor
Universitas PGRI NTT.
Dalam
sambutannya, ketika itu, Samuel Haning menyampaikan rasa terima kasih kepada
segenap mahasiswa Universitas PGRI NTT yang telah bekerja keras membangun tugu
dan prasasti yang penuh arti tersebut. Dikatakannya, keberadaan tugu yang
dibangun --serta fasilitas berupa gedung-- merupakan hasil jerih payah seluruh
mahasiswa Universitas PGRI NTT. Untuk itu, katanya, "Mari kita bersama-sama
menjaga dan merawat bangunan yang ada ini, karena ini dibangun dengan uang
kalian. Kalau ada yang mau merusak maka saya akan membawa ke pintu hukum."
Sam
Haning menjelaskan, air yang mengalir pada tugu yang baru dibangun tersebut
diharapkan mampu memberi makna langkah dan upaya membersihkan hati yang cerdas
secara akademik ataupun spritual. "Air yang mengalir ini kiranya bisa
membersihkan hati yang cerdas dan berjiwa bersih," jelasnya.
Saat
ini, menurut Sam Haning, warga masyarakat NTT telah menaruh kepercayaan yang
baik pada Universitas PGRI NTT. Hal ini ditandai dengan jumlah calon mahasiswa
yang mendaftar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada
kesempatan peresmian Tugu PGRI itu, Ketua Program Studi Bahasa Indonesia FKIP
Universitas PGRI NTT, Drs. Samuel Nitbani, M.Pd, menjelaskan, pembangunan tugu
PGRI tersebut merupakan ide dan kerja keras mahasiswa KKN 2010. Ide ini
merupakan bagian dari identifikasi masalah yang ada.
Masalah
yang diidentifikasi, katanya, antara lain belum adanya lapangan olahraga,
tempat duduk mahasiswa dan tempat parkir. Selain itu, lanjutnya, dari sebuah
batu karang muncul ide untuk membuat tugu.
Diterangkan
Samuel Nitbani, lapangan Universitas PGRI berada paling atas dari tugu tersebut
dimaksudkan agar semua komponen dalam Universitas PGRI mesti menghormati dan menjunjung
tinggi lembaga pendidikan tinggi tersebut. Sementara bagian tengah yang
berbentuk curam melambangkan lembaga ini harus mencurahkan nilai-nilai akademik
dan budi pekerti kepada mahasiswa yang mencari ilmu di sana.
Sam
Haning benar-benar ingin meretas citra positif, terutama melalui Universitas
PGRI NTT. Nilai-nilai filosofis pendidikan dan pengelolaan sebuah lembaga pendidikan
terus ditanamkan dan dikristalisasi ke dalam relung-relung segenap civitas
akademika Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbesar di NTT ini.
Dengan
kekokohan citra yang mulai bersemi dari kawah candradimuka Kampus Universitas
PGRI NTT, Sam Haning berusaha keluar dari frame
dunia pendidikan memasuki jagat pengabdian seorang advokat dan dunia politik
praktis. Di tengah-tengah kesibukannya di dunia kampus, Sam Haning masih
menyempatkan diri memberikan advokasi pada kalangan yang tidak mampu ketika
menghadapi persoalan hukum. Dia menyadari bahwa setiap advokat memiliki
kewajiban untuk membantu siapa saja (terutama kalangan yang tidak mampu) yang dibelit
kasus atau perkara hukum.
Dalam
kiprah di politik praktis, Semuel Haning aktif sebagai kader Partai Golkar
Provinsi NTT. Menghadapi pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada)
Provinsi NTT pada 2013, dia siap mencalonkan diri melalui jalur independen.
Dengan
mengusung sandi politik HENING, Semual Haning maju sebagai calon gubernur
berpasangan dengan calon gubernur Anthony Henryques, M.Sc. Pasangan ini
berjanji akan melakukan perubahan di NTT dan menempatkan kesejahteraan rakyat
adalah hukum tertinggi. Pasangan calon ini secara resmi memperkenalkan diri
kepada publik dengan menggelar jumpa pers di Palapa Resto, Jalan Palapa Kupang,
pekan pertama November 2012. Anthony Henryques adalah mantan Kepala Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Ngada periode 1976-1981 dan saat ini menjabat
sebagai Team Leader Consultant
Perumahan Rakyat Wilayah Bali, NTB dan NTT pada Kementerian Perumahan Rakyat
RI.
Dalam
perkenalannya di hadapan pers, Anthony menegaskan bahwa niatnya maju sebagai
calon gubernur NTT (2013-2018) untuk membawa perubahan di NTT dan dirinya telah
mensosialisasikan diri sejak bulan November 2011 lalu. Dia merasa yakin pada
kompetensinya sebagai ahli infrastruktur dan pengembangan wilayah sehingga perubahan
di NTT sangat mungkin diwujudkan. Apalagi dirinya berpasangan dengan Semuel
Haning yang berlatar belakang disiplin hukum. Anthony berjanji di bawah
kepemimpinannya, bersama Semuel, akan melibas habis korupsi dan koruptor. Duet
HENING adalah duet anti-korupsi.
"Saya
pilih Pak Semuel karena beliau orang hukum. Bahwa hukum di NTT harus dibenahi
agar program pemerintah bisa berjalan baik dan adil. Korupsi akan saya libas
habis," tegas Anthony.
Semuel
Haning sendiri menyatakan kesiapannya bersama Anthony memimpin provinsi
berpenduduk sekitar lima juta itu ke depan. Programnya, antara lain, akan menghidupkan budaya atau kultur ilmiah
dan perbaikan infrastruktur. Sebagai kader Partai Golkar, Semuel menegaskan bukanlah
suatu masalah bilamana dirinya maju melalui jalur perseorangan (independen). “Kami
memilih untuk maju lewat jalur independen karena tidak selamanya partai politik
harus jadi kendaraan politik. Partai Golkar harus bangga bahwa masih ada kader
partai yang bisa dijual. Program kami ialah perbaikan infrastruktur di NTT
karena daerah ini masih banyak yang terbengkalai,” tandas Semuel Haning.
Sam
pun cukup rajin rajin turun ke daerah-daerah di NTT untuk mensosialisasikan
diri, memaparkan visi-misi dan menyerap aspirasi. Bersyukur, pasangan HENING
cukup memperoleh respon positif.
Di
tengah tanggapan positif berbagai kalangan masyarakat, muncul pula aspirasi
dari Pimpinan, Pembantu Rektor, Dosen, mahasiswa, dan alumni Universitas PGRI
NTT yang tidak boleh diabaikan begitu saja. “Mereka datang dan mengatakan ‘Bapak
masih kami butuhkan, Bapak mesti bersama kami karena baru dua tahun di sini,
lembaga ini makin bermutu dan daya saingnya luar biasa, mulai kelihatan, kalau
bisa Bapak jangan meninggalkan kami’,” ungkap Semuel Haning. Sam pun mesti
berpikir ulang untuk terus melaju dalam pencalonan diri dalam Pilkada Provinsi
NTT 2013.
Sam
lalu berpikir keras. Dia tidak melupakan kedua orang-tuanya yang selama ini
masih terus memberi dukungan moril dalam perjalanan hidupnya. “Saya juga harus
mendapat restu dari orang tua, mereka katakan ‘Tuhan kasih berkat di
pendidikan, setelah selesaikan tugas di pendidikan, silakah terima tugas yang
lain. Kamu jangan memikirkan bulan di langit yang tidak bisa digapai, sedangkan
air di tempayan genggamanmu kau buang. Yang ada marilah kita gunakan, jangan
mikir yang lain-lain’. Saya akhirnya mengundurkan diri dari pencalonan,” papar
Sam yang sejak awal 2010 mengemban amanah sebagai Rektor Universitas PGRI NTT
ini.
Dan,
dalam perjalanan selanjutnya, Sam ingin berkonsentrasi penuh melayarkan ‘kapal’
Universitas PGRI NTT ke ‘samudera’ persaingan kualitas pendidikan tinggi yang
semakin ketat. Dia pun berharap bahwa dirinya akan selalu menguasai keteguhan
dan kebaikan yang cukup untuk memelihara apa yang telah dia pertimbangkan patut
ditiru dari semua pangkat dan karakter dari seorang manusia yang jujur. Dalam
bahasa yang sedikit rendah hati, Sam tegas bahwa masih ada orang baik dan jujur
dari partai politik –terlepas mau maju memimpin daerah lewat partai politik
ataupun perseorangan. Dengan masa lalu yang kelam dan karut-marut citra partai
politik, Sam ingin membuktikan masih ada berlian di tengah kubangan lumpur. ***
No comments:
Post a Comment