Banyak orang mencapai sukses hanya bermodalkan keyakinan bahwa mereka bisa mewujudkannya.
John
C. Maxwell, Pakar dan Konsultan Kepemimpinan
Kupang,
September 2012. Sebuah gedung empat lantai cukup mentereng berdiri di Jalan
Frans Seda di jantung Kota Kupang. Sebuah gedung yang ternyata merupakan Gedung
Rektorat Universitas PGRI NTT. Di sampingnya, ikut mendampingi, tampak pula dua
gedung berlantai dua yang lumayan representatif kokoh berdiri. Ketiga gedung
itu kini menjadi penanda kawasan Kota Kupang yang semakin menggeliat dalam
membangun menuju kota besar. Dan, berkat kekuatan penanda kawasan itu, kini
mahasiswa dan civitas akademika Perguruan Tinggi Swasta (PTS) nomor satu di NTT
itu boleh berbangga diri karena telah memiliki gedung sendiri –baik untuk
administrasi maupun perkuliahan mahasiswa.
Bukan
sesuatu yang datang tiba-tiba bila kini Universitas PGRI NTT mampu tampil elegan di Kota Kupang.
Perjalanan ke arah itu telah ditempuh penuh liku dan perjuangan kerja keras. Secara
historis, Universitas PGRI sudah ada di tengah-tengah masyarakat NTT, khususnya
Kota Kupang, sejak tahun akademik 1996-1997. PTS ini didirikan berdasarkan
Keputusan Konferensi Daerah PGRI NTT pada tanggal 4 Juli 1995.
Keputusan
Konferensi Daerah PGRI NTT itu sebagai tindak lanjut dari permintaan Prof. Dr. Wardiman
Djojonegoro selaku Penasihat PGRI yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam Kongres PGRI yang ke-17 tahun 1993, agar di
setiap ibukota provinsi didirikan Perguruan Tinggi atas prakarsa Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI).
Berdasarkan
Keputusan Konferensi Daerah PGRI NTT tersebut lalu dibentuklah Yayasan Pembina
Lembaga Pendidikan (YPLP) Perguruan Tinggi PGRI NTT dengan Akta Notaris Nomor
24 tanggal 18 Juli 1995 yang diketuai oleh Drs. Sulaiman Radja SH, MH untuk
memproses berdirinya lembaga pendidikan bernama Universitas PGRI NTT.
Selanjutnya
lembaga pendidikan tinggi Universitas PGRI NTT ini dilegitimasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia --melalui Surat Keputusan Mendikbud RI nomor 89/D/O/1999
tanggal 10 Mei 1999-- dengan lima Fakultas yang menaungi 11 Program Studi (Prodi)
yang menyelenggarakan program Pendidikan Jenjang Strata 1 (S-1).
Dengan
penuh keyakinan diri, segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT berjalan
setapak demi setapak mengusung visi “Mewujudkan Universitas PGRI NTT menjadi
perguruan tinggi yang berkualitas, unggul dan kompetitif dalam penyelenggaraan
secara profesional Tridharma Perguruan Tinggi sehingga menjadi kebanggaan warga
PGRI dan menjadi pilihan utama masyarakat –baik masyarakat NTT maupun
masyarakat Indonesia pada umumnya”.
Selain
itu, PTS yang berkampus di belakang Markas Polres Kota Kupang ini mengemban misi
“Mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak dan kepribadian manusia melalui
pelaksanaan: Dharma Pendidikan, untuk menguasai, menerapkan dan menyebar-luaskan
nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; Dharma
penelitian, untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi
nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; dan Dharma
pengabdian kepada masyarakat, untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat”.
A. Menapak Puncak Rektor Universitas
PGRI NTT
Dunia
kampus menjadi air sumur kehidupan yang baru bagi Semuel Haning setamat dari Fakultas
Hukum (FH) Universitas PGRI NTT di tahun 2002. Lulus sebagai alumni angkatan pertama
perguruan tinggi swasta yang kini menempati urutan kedua di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) dari segi jumlah mahasiswa itu, Sam lantas memilih jalan
hidup mengabdikan diri di almamaternya sebagai calon dosen di Fakultas Hukum.
Sam
menikmati betul hari-hari pengabdiannya di FH Universitas PGRI NTT. Sedikit
demi sedikit, dia merasa telah mampu mengubah citra dirinya yang keras menjadi
sosok pendidik yang ramah dan bermanfaat bagi banyak orang –terutama bagi
mahasiswa. “Tuhan, saya masih punya citra. Saya masih punya Tuhan,” kenang Sam
Haning ketika mengawali kehidupan barunya sebagai calon dosen yang mesti hidup
serba sederhana.
Sam
berkisah perubahan pola hidup –terutama dari makan serba enak di meja makan
yang tiba-tiba berubah menjadi cukup diwarnai tahu-tempe—bukan sesuatu yang
mudah. Dia mesti mendidik orang-orang di rumahnya bahwa kehidupan telah berubah
dan berputar haluan ke dunia yang mudah-mudahan memberi banyak arti kehidupan.
Sam
harus bekerja keras, tidak saja buat mempelajari buku-buku teks perkuliahan
yang kerap melelahkan, namun juga melawan label dari sebagian warga Kota Kupang
yang terlanjur negatif terhadap citra dirinya. Berkat kerja ekstra-keras, dia
berhasil mengubah pandangan terhadap dirinya, walau belum terlalu banyak.
“Banyak orang yang tidak percaya ketika saya diwisuda menjadi Sarjana Hukum di
FH Universitas PGRI NTT tahun 2002. Sedih sekali rasanya,” ucap Sam dengan mata
berkaca-kaca.
Kendati
pandangan orang nyaris tidak mengalami banyak perubahan yang berarti, Sam terus
berjalan dan berjalan, menceburkan dirinya dalam ladang pengabdian di
almamaternya. Kadang perjalanan memang penuh onak dan duri, melewati
kerikil-kerikil tajam yang acap membuat kita terpeleset, dan tersandung batu yang
teronggok di tengah jalan. Sam tak ingin langkahnya berhenti karena onak dan
duri, tak hendak langkahnya terpeleset kerikil-kerikil tajam yang tiba-tiba
tercecer, atau mengeluh karena sebongkah batu menghadang di tengah jalan.
Kerja
keras Sam membuahkan apresiasi. Wujudnya, sewaktu dirinya meminta izin untuk
melanjutkan studi ke program pascasarjana sekitar tahun 2003-2004 ke pimpinan
Universitas PGRI NTT, Sam tidak mengalami kesulitan. Dia langsung memperoleh
izin dari atasannya untuk mengikuti perkuliahan Program Magister Hukum di
Universitas Widyagama, Malang, Jawa Timur. Dia berhasil menamatkan Program
Magister Hukum dalam tempo sekitar dua tahun. Tahun 2006, Sam berhak menyandang
gelar Magister Hukum (MH) di belakang namanya.
Modal
Sam untuk mengembangkan karir pengabdian dan citra diri di dunia akademis
semakin bertambah kuat. Setelah tamat dari Program Magister Hukum (2006), dia
dipercaya mengemban jabatan Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) FH Universitas
PGRI NTT. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Sam memperoleh amanah diangkat sebagai
Pembantu Dekan II (Bidang Administrasi dan Keuangan) di Universitas Nusa
Lontar, Kabupaten Rote Ndao, masih di Provinsi NTT.
Karir
suami dari Elisabet Waluwanja SH ini terus menanjak. Sekitar tahun 2007, dia
diangkat menjadi Pembantu Rektor (Purek) III (Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT.
Saat itu Universitas PGRI NTT telah berusia 11 tahun (1996-2008) hadir dan
melayani dunia pendidikan tinggi di NTT dan telah meluluskan 1.175 Sarjana
(sampai dengan tahun 2007).
Repotnya,
Universitas PGRI NTT yang bernaung di bawah YPLP PT PGRI NTT (Yayasan Pembina
Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI NTT) ini belum memiliki kampus
sendiri. Saat itu Universitas PGRI NTT masih meminjam atau menyewa kompleks
persekolahan Yupenkris-GMIT sebagai kampus (sebagian lagi memakai gedung SMU
PGRI Kupang dan gedung SMK Negeri 3 Kupang) serta Gedung Guru milik PD I PGRI
NTT sebagai kantor dan rektorat.
Saat
itu sekitar 7.000 mahasiswa tercatat belajar di Universitas PGRI NTT pada lima Fakultas
dan 11 Program Studi (Prodi). Yakni Fakultas Ekonomi (Prodi Ekonomi Pembangunan,
Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen), Fakultas Pertanian (Prodi Agroteknologi),
Fakultas MIPA (Prodi Biologi), Fakultas Hukum (Prodi Ilmu Hukum) dan FKIP (Prodi
Pendidikan Bahasa Indonesia, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Prodi Pendidikan
Sejarah, Prodi Pendidikan Jasmani, Prodi Kesehatan dan Rekreasi serta Prodi Bimbingan
dan Konseling). Jumlah mahasiswa Universitas PGRI NTT menempati urutan ke-2 di Provinsi
NTT setelah Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Boleh jadi karena SPP-nya
yang termurah di NTT (Rp600.000/Semester) dan tidak ada uang Sistem Kredit
Semester (SKS). Uang Pembangunan hanya sekali dibayar selama menjadi mahasiswa
sebesar Rp750.000.
Dari
sisi tenaga pengajar, Universitas PGRI NTT didukung oleh 72 Dosen Tetap dan 127
Dosen Tidak Tetap bergelar Sarjana, Magister dan Doktor. Yang sedikit
merepotkan, pucuk pimpinan pada aras Fakultas maupun Universitas dijabat oleh
Dosen-Dosen PNS dari Undana Kupang (dengan kata lain, pensiunan Dosen PNS
Undana). Seluruh Dekan adalah Dosen PNS Undana.
Sam
Haning ingin mereformasi kondisi Universitas PGRI NTT tersebut agar
tenaga-tenaga yang ada benar-benar segar dan kompetitif. Namun posisinya belum
terlalu kuat untuk dapat mempengaruhi garis kebijakan universitas. Dia ingin rektor
yang minimal bergelar Magister, para Pembantu Rektor, Dekan, para Pembantu
Dekan, Ketua Jurusan, Ketua Lembaga, Ketua Pusat, Ketua Unit, Kepala Bagian
adalah Pegawai Tetap YPLP PT PGRI NTT. Sedangkan Dosen-Dosen PNS cukup menjadi
Dosen Tidak Tetap atau Dosen Luar Biasa.
Bahkan
Sam bertekad, suatu waktu nanti, Universitas PGRI NTT harus memiliki ciri khas atau
trend tersendiri. Kalau tak mampu
membangun gedung sendiri, tunjukkanlah prestasi lewat dunia akademik
(pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat).
Impian
Sam untuk membaktikan diri lebih luas lagi di Universitas PGRI NTT semakin
mendekati kenyataan. Lelaki yang kini tercatat sebagai mahasiswa Program
Doktoral di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini tidak butuh waktu
lama untuk menapak karir puncak di Universitas PGRI NTT.
Setelah
melalui pemilihan Rektor Universitas PGRI NTT periode 2010-2014 yang cukup
demokratis, Sam berhasil memenangi pemilihan. Tahun 2010, tepatnya tanggal 11
Januari 2010 Semuel Haning diangkat dan dilantik menjadi Rektor Universitas
PGRI NTT.
Suara-suara
sumbang terhadap sosok Semuel Haning tetap saja terdengar sinis. “Sam Haning
jadi Rektor? Mau dibawa ke mana Universitas PGRI?” ujar Sam mengutip sebagian
suara yang muncul ke permukaan. Sam tak ingin menegasi suara itu. Dia menyadari
benar bahwa sebagian besar warga masyarakat Kota Kupang mengetahui masa silam
Sam yang teramat kelam.
Sam
merasa optimis bahwa banyak preman yang di kemudian hari dalam perjalanan
hidupnya memberikan arti dan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Sekadar contoh,
pada zaman revolusi, di Jakarta muncul nama Iman Syafei yang akrab dipanggil
Bang Pi-ie menguasai kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Bos kelompok Oesaha
Pemuda Indonesia itu kemudian berhasil masuk militer dan berdinas di Divisi
Siliwangi. Banyak orang yang percaya bahwa dia mampu mengalirkan massa ke
jalanan di Jakarta untuk menggelar unjuk rasa politik. Dalam peristiwa 17
Oktober 1952, disinyalir dia berperan dalam menggerakkan demonstran yang
menentang parlemen.
Bang
Pi-ie merupakan salah satu pentolan preman yang mencapai kedudukan tertinggi di
pemerintahan. Jagoan yang meninggal pada tahun 1982 itu sempat diangkat menjadi
Menteri Negara Urusan Keamanan Rakyat dalam Kabinet 100 Menteri yang dibentuk
Bung Karno pada 21 Februari 1966.
Masih
berbau Siliwangi, di tahun 1970-an sampai 1980-an, ada Geng 234 Siliwangi Boys
Complex (SBC) yang bermarkas di Komplek Siliwangi, Jakarta Pusat. Dari geng
ini, sebagaimana disampaikan pengajar pada Universitas Michigan, Loren Ryter,
dalam tulisan yang berjudul Geng dan
Negara Orde Baru (2011) seperti dirilis oleh www.etnohistori.org, muncul nama beken Yapto Soerjosoemarno yang
di kemudian hari dikenal sebagai Ketua Pemuda Pancasila. Yapto sempat memegang
posisi pemimpin Pemuda Pancasila lebih dari satu periode. Selanjutnya dia
banyak berkiprah di jalur politik.
Ya,
preman tidak selamanya akan menekuni dunia keras jalanan dan dunia gemerlap
malam yang kelam. Banyak preman yang kemudian insyaf dan secara perlahan
membentuk citra diri penuh keramahan, kecerdasan dan penyerahan diri pada Tuhan
Yang Maha Kasih. Sam Haning percaya betul, selama seseorang punya tekad
mengubah diri menjadi lebih baik, Tuhan tidak akan tinggal diam.
Biarlah
suara-suara sumbang itu terus berdengung. Sam berusaha menjawab dengan aksi
nyata, dengan langkah-langkah berkiprah yang lebih total pada kampus terkasih
Universitas PGRI NTT, pada pengembangan dunia pendidikan, dan pada pengembangan
kualitas sumber daya manusia NTT yang masih relatif tertinggal.
B. Membumikan Mimpi-mimpi Universitas
Dulu
ketika masih menjadi mahasiswa FH Universitas PGRI NTT, Sam Haning acap tampil
di depan menyuarakan berbagai ketidak-puasan terhadap pelayanan dan fasilitas
yang ada di perguruan tinggi swasta terbesar di NTT itu. Kini dia berada di
kursi puncak Rektor Universitas PGRI NTT, di kursi pengambil kebijakan skala
universitas, di kursi yang sangat menentukan hitam-putihnya perjalanan sebuah
lembaga perguruan tinggi.
Sebagai
Rektor, langkah pertama yang dilakukan Sam Haning adalah meningkatkan mutu
pendidikan agar masyarakat dapat mengikuti secara jelas, menilai dengan transparan
perkembangan pendidikan di Universitas PGRI NTT. Ketika mengawali tugas sebagai
Rektor, baru sembilan program studi yang ada di universitas ini yang telah
terakreditasi. Masih dua program studi yang dalam proses akreditasi Badan
Akredirasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi. Kedua program studi yang belum
diakreditasi ketika itu, masing-masing Prodi Ekonomi Akuntansi dan Prodi Bahasa
Inggris. Kini kedua Prodi ini sudah memperoleh status akreditasi dari BAN
Perguruan Tinggi.
Kendati
semua Prodi telah terakreditasi, Sam tetap tidak tinggal diam. Dia terus
melakukan pembenahan terhadap 105 orang staf administrasi dan tujuh orang
tenaga laboratorium, terutama dari segi pelayanan. Selain itu, Sam pun
mendorong Dosen agar lebih fokus pada kompetensi kegiatan perkuliahan tatap
muka dan kompetensi yang dimiliki dosen itu sendiri. “Perlahan-lahan kami juga memperbaiki
satu kurikulum yang namanya kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis
kompetensi ini harus dimiliki semua institusi. Apalagi Universitas PGRI ini
semakin dikenal luas,” jelas Sam yang sampai kini masih tercatat sebagai
mahasiswa S-3 Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.
Dari
sisi pelayanan, Sam mendorong para staf administrasi untuk mengutamakan
pelayanan publik. “Itu yang kami utamakan. Misalkan staf adiministrasi tidak boleh
menunda pekerjaan sampai esok hari berikutnya. Dengan demikian diharapkan ketika
memasuki masa wisuda, para lulusan atau wisudawan bisa langsung menerima ijazah
dan transkrip nilai. Jadi terobosan pertama yang saya lakukan adalah sisi
pelayanan. Sekarang tidak ada lagi yang mengeluh soal pelayanan. Jadi, saya
sudah merapatkan barisan dengan para dekan, ketua program studi, untuk
sama-sama menberikan pelayanan perkuliahan dengan baik agar mampu menciptakan
SDM yang berkualitas untuk NTT dan Indonesia umumnya,” papar lelaki yang menghabiskan
masa kanak-kanak dan remaja di jalanan Kota Kupang ini.
Kemudian
untuk meningkatkan kompetensi dosen, terang Sam Haning, pihak Universitas PGRI
NTT akan terus mendorong mereka untuk menempuh pendidikan lanjutan hingga
jenjang S-2 (Master/Magister) sampai S-3 (Doktor). Bahkan, lanjutnya, Universitas PGRI NTT akan memberikan
kesempatan para dosen untuk mencapai level guru besar (profesor).
Mulai
saat ini dan ke depan nanti, Universitas PGRI NTT mensyaratkan dan merekrut dosen-dosen
dengan kualifikasi pendidikan S-2 dan S-3. Menurut Sam Haning, beberapa tahun
ke depan, para dosen di Universitas PGRI NTT harus berijazah S-2 dan S-3 agar
memenuhi standar yang telah ditetapkan pihak universitas dan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. "Kami akan terus mendorong dan memberi
kesempatan para dosen untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan ke jenjang S-2
dan S-3," paparnya.
Bukan
itu saja, pihak Universitas PGRI NTT juga menantang para dosen untuk berkemampuan
mencapai gelar level guru besar. Dengan demikian, di masa depan, eksistensi Universitas
PGRI NTT secara nasional dalam dunia pendidikan dapat semakin menguat.
"Para dosen kalau bisa sampai gelar guru besar. Kami berharap suatu saat
Universitas PGRI mampu melahirkan guru besar atau profesor," jelasnya.
Lebih
lanjut Sam Haning menjelaskan, di masa awal dirinya menjabat Rektor Universitas
PGRI NTT periode 2010-2014, selain meningkatkan kualitas SDM, dengan dukungan
penuh Pengurus PGRI dan YPLP PT PGRI NTT, Universitas PGRI NTT mencanangkan pembangunan
tiga gedung baru, yaitu dua gedung kampus masing-masing berlantai dua dan satu
gedung rektorat berlantai empat. Gedung baru ini akan melengkapi satu gedung
yang sudah ada di Kampus Universitas PGRI yang ada waktu itu.
Peningkatan
antusiasme dan jumlah mahasiswa baru yang cukup signifikan sejak tahun 2010,
menurut Semuel Haning, memberikan dorongan tersendiri dan spirit bagi YPLP PT PGRI
NTT dan Universitas PGRI NTT untuk secepatnya membangun fasilitas perkuliahan
tersebut. "Jumlah mahasiswa yang banyak ini memberikan kami tanggung jawab
dan spirit untuk bisa membangun fasilitas. Dengan begitu, ke depan, Universitas
PGRI akan menjadi lembaga yang lebih maju dan disegani," ujar Sam.
Tatkala
Sam Haning mulai memangku jabatan Rektor Universitas PGRI NTT, lembaga
pendidikan tinggi swasta ini telah memiliki Laboratorium Bahasa, Laboratorium
MIPA dan Perpustakaan. Sam bertekad terus membenahi dan meningkatkan fasilitas laboratorium
dan perpustakaan agar menjadi lebih baik dan memenuhi standar perguruan tinggi
yang telah terakreditasi.
Kini
di tahun 2012, Universitas PGRI NTT telah memiliki sebuah Gedung Rektorat empat
lantai dan dua gedung perkuliahan untuk lima fakultas. Di samping itu, telah
pula siap tanah kaveling untuk dibangun sarana pelengkap kampus dan menambah
gedung perkuliahan agar benar-benar mampu serta nyaman menampung jumlah dan
aktivitas mahasiswa yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini terdapat
sekitar 13.000 anak muda berstatus sebagai mahasiswa Universitas PGRI NTT.
Universitas
PGRI NTT akan terus melakukan terobosan-terobosan dalam rangka perubahan dengan
melakukan hal-hal, antara lain pengembangan sarana dan prasarana yang layak; peningkatan
kualitas dan kuantitas SDM; peningkatan literatur di perpustakaan sebagai
jantung dari pengembangan SDM; peningkatan sistem informasi dan pengelolaan
data; peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang berbasis ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran;
dan peningkatan hubungan kerjasama antar-perguruan tinggi (baik dalam maupun
luar negeri).
Berkat
langkah-langkahnya membenahi pelayanan dan kompetensi tenaga pengajar, cukup
banyak pengguna lulusan perguruan tinggi menilai bahwa lulusan Universitas PGRI
NTT ini cukup berkualitas. “Saya ambil contoh, dalam acara wisuda PGRI belum
lama ini, dalam sambutannya, Gubernur NTT yang disampaikan Wakil Gubernur NTT,
Ir. Esthon L Foenay, menyatakan bahwa lulusan terbanyak dalam semua tes CPNS di
Provinsi NTT dan kabupaten/kota adalah lulusan Universitas PGRI. Itu hal yang
luar biasa. Artinya, dari segi kualitas kami sudah siap melakukan hal-hal
seperti itu. Kami juga masih melakukan perbaikan dan pembenahan infrastuktur.
Pembangunan gedung yang sementara untuk menampung seluruh aktivitas kegiatan
mahasiswa,” papar Sam Haning.
C. Kampus Murah untuk Rakyat
Sarana
fisik kampus telah terbangun dan peningkatan pelayanan administratif sudah pula
terpenuhi. Sam Haning masih ingin mewujudkan mimpi Universitas PGRI NTT menjadi
kawah candradimuka pencitraan dan penguat kualitas sumber daya manusia (SDM) orang-orang
NTT. Arti kata, Sam ingin mendorong peran Universitas PGRI NTT sebagai lembaga
pendidikan tinggi yang terjangkau di mata kebanyakan warga masyarakat NTT yang
dari sisi pendidikan masih relatif teringgal dibandingkan saudara-saudara sebangsa –utamanya saudara-saudara dari Tanah
Jawa.
Sebab
itulah, Sam tetap mempertahankan besaran Sumbangan Pembinaan Pendidik (SPP)
atau Biaya Operasional Pendidikan (BOP) pada angka relatif murah. Bila ketika
Sam mulai memangku jabatan Rektor, SPP yang harus dibayar mahasiswa Universitas
PGRI NTT sebesar Rp750 ribu per semester, maka kini di tahun 2012 besaran SPP
berada pada angka Rp1 juta untuk satu semester.
“Bayangkan,
uang kuliah sebesar Rp1 juta per semester itu rasanya kurang layak untuk zaman
sekarang. Ini kan hampir sama dengan nilai SPP anak-anak Taman Kanak-kanak
(TK). Kalau di Jawa, jelas uang sebesar itu tidak akan cukup. Mengapa saya
pertahankan? Karena saya pikir, ketika saya dulu kuliah, masih susah, bayar
uang kuliah saja setengah mati untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Sekarang
ini, jangan sampai kita menyusahkan orang untuk melanjutkan kuliah hanya karena
tidak ada biaya atau biaya tidak terjangkau. Jadi saya ambil kebijakan di
tengah-tengah. Arti kata, orang susah yang betul-betul tidak punya uang
diupayakan bisa kuliah di Universitas PGRI NTT. Inilah tujuan saya, membantu
masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan,” papar Sam Haning.
Kebijakan
SPP murah itu pun berdampak pada peningkatan penerimaan mahasiswa baru
Universitas PGRI NTT. Tahun 2000 menerima sebanyak 1.022 mahasiswa, tahun 2007
sebanyak 1.399, tahun 2008 menurun ke jumlah 603, naik kembali pada tahun 2009
menjadi 1.663 mahasiswa, lalu ke jumlah 2.555 dan 2.648 pada tahun 2010 dan
2011. Dan sampai penghujung tahun akademik 2011-2012 tercatat mahasiswa aktif
sebanyak 11.015 orang. Sementara dari segi jumlah lulusan pun mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Tahun 2006 Universitas PGRI NTT meluluskan 310
orang sarjana, tahun 2007 sebanyak 330 sarjana, tahun 2009 sebanyak 628
sarjana, meningkat lagi di tahun 2010 menjadi 1.165 orang sarjana dan 1.214
orang sarjana diwisuda pada tahun 2011. Dan pada wisuda pertama tahun ajaran
2012-2013, Universitas PGRI NTT mewisuda 774 orang sarjana, terbanyak dari
Fakukltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang mencapai 649 orang.
Selain
jumlah yang semakin banyak, calon mahasiswa yang mendaftar pun tidak hanya
berasal dari NTT. Misalkan pada 1.602 calon mahasiswa Universitas PGRI NTT yang
mengikuti seleksi tertulis, wawancara dan tes kesehatan gelombang dua yang
dilaksanakan 9-10 Juli 2012. Dan Universitas PGRI NTT juga menjadi pilihan
utama.
"Ini
merupakan pilihan utama karena mereka sudah mendaftar sejak bulan Juni lalu.
Dan jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya (2011)," terang Sam. Saat berdialog dengan para calon
mahasiswa baru itu, Sam menanyakan langsung mengenai pilihan tersebut dan
dijawab pilihan tersebut merupakan pilihan utama.
Sam
juga sempat berbincang dengan calon mahasiswa yang berasal dari luar NTT
seperti dari Ambon dan Bali. Yulinda Yacob, asal Ambon, yang mengikuti tes gelombang
dua mengaku memilih Universitas PGRI NTT karena memiliki visi dan misi yang
jelas. "Kenapa saya tidak memilih perguruan tinggi yang lain, karena Universitas
PGRI memiliki visi dan misi yang jelas," kata Yulinda.
Ketika
mendengar pengakuan Yulinda Yacob, Semuel Haning mengatakan, Universitas PGRI NTT
tetap mengutamakan kualitas daripada kuantitas. "Seleksi dilaksanakan
ketat bahkan ada yang pada tes gelombang pertama tidak lulus masih mau bertahan
untuk mengikuti tes pada gelombang dua. Universitas PGRI NTT akan terus
berupaya berbuat nyata bagi kemajuan dunia pendidikan di NTT. Dengan demikian
maka universitas ini akan semakin mendapat tempat di hati masayarakat," papar
Sam Haning.
Pada
seleksi gelombang pertama, jumlah yang lolos seleksi sebanyak 416 orang. Melihat
animo yang ada, jumlah mahasiswa baru yang diterima tahun 2012 melebihi jumlah
tahun 2011. Bahkan, Universitas PGRI NTT membuka pendaftaran gelombang tiga.
Selain
SPP murah meriah, Sam menjelaskan bahwa pihak universitas tidak segan-segan
membuka diri bagi calon-calon mahasiswa yang berprestasi di bidang olahraga. Di
internal universitas sendiri, katanya, telah dibentuk Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) lima cabang olahraga utama –masing-masing kempo, silat, bola voli, tinju,
dan atletik.
“Kami
membina UKM-UKM itu secara profesional. Kenapa demikian? Karena minat dan bakat
mahasiswa itu harus sesuai dengan sasarannya. Contoh, Juni tahun 2008, ada
mahasiwa kami, Muhamad Ledo, ikut kejuaraan kempo di Nanggroe Aceh Darussalam.
Dan, saat itu Ledo mendapat medali perak. Kemudian pada kejuaraan tinju di
Bali, ikut mahasiswa kami bernama Atris Neolaka. Dia mendapat medali emas. Di
Surabaya, mahasiswa Adrianus Dae ikut silat juga sukses. Itu namanya pembinaan secara
profesional sehingga prestasi mahasiwa ini bisa mengharumkan NTT, bukan
Universitas PGRI saja. Saya pikir begitu. Jadi membantu pemerintah untuk
melaksanakan program kerja di bidang keolahragaan,” ujar Sam penuh kebanggaan.
Ke
depan, tentu saja tidak semata-mata mempertahankan SPP murah dan fokus pada
pembinaan olahraga. Sam akan terus berusaha meningkatkan kualitas dan prestasi
akademik mahasiswa agar mampu berbicara di level lokal, nasional, regional
sampai internasional. Sam yakin semua itu bakal terwujud. ***
No comments:
Post a Comment