Oleh: Pratama Rita Rostika
Tinggal di Jl. Raya Ciamis
RT 04/06 Desa Imbangararaya,
Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis
Selama beberapa
dekade terakhir, imperialis kafir Barat tak henti-hentinya mempropagandakan ide
jaminan kesehatan kapitalistik ke seluruh penjuru dunia. Pelaksanaannya terus
dikontrol. Dan kini Pemerintah Indonesia sendiri telah mengadopsi konsep
layanan kesehatan ini dengan nama Jaminan Kesehatan Nasional. Katanya jika
program ini berjalan sempurna seluruh rakyat akan mendapat jaminan dan
pelayanan kesehatan “gratis”. Benarkah? Ternyata itu hanyalah propaganda.
Realita yang terjadi justru terbalik karena Jaminan Kesehatan Nasional yang
berlaku merupakan Asuransi Kesehatan Nasional.
JKN yang
dilaksanakan per 01 Januari 2004 sesungguhnya adalah amanat dari UU No. 40 th.
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 th. 2011
tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Dalam UU SJSN pasal 19 ayat 1
secara tegas dijelaskan : Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip ASURANSI sosial dan prinsip EKUITAS.
Prinsip ASURANSI
sosial adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat WAJIB yang berasal dari iuran
guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya (pasal 1 ayat 3).
Prinsip EKUITAS
artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan
sebanding dengan iuran yang dibayarkan.
Bukankah
seharusnya Jaminan Kesehatan merupakan Hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh
negara (pelayanan pemerintah) namun melalui UU ini justru Hak rakyat diubah
menjadi kewajiban rakyat.
Rakyat kini wajib
untuk menanggung pelayanan kesehatannya sendiri.
Itulah prinsip
kegotong-royongan SJSN yang sebenarnya, yaitu prinsip kebersamaan antara
peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai tingkat gaji, upah, atau
penghasilannya (sesuai penjelasan pasal 4)
WAJIB BAYAR,
Meninimalkan peran Negara
Kesalahan mendasar
dari sistem jaminan sosial yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis adalah
Negara tidak boleh ikut campur tangan dalam menangani urusan masyarakat,
termasuk dalam urusan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat,
seperti kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Semua urusan masyarakat
khususnya bidang ekonomi dan sosial diserahkan pada mekanisme pasar. Karena
itulah walaupun bernama Jaminan Kesehatan Nasional, isinya tetap menarik iuran
wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin.
Yang dapat
dipahami dari ayat 1 pasal 1, UU No 24 Tahun 2011, tentang BPJS bahwa “Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial”.Sedangkan wewenang
dan kekuasaan BPJS dalam aspek kesehatan sangat luas, mulai dari menagih
(memaksa) pembayaran dari masyarakat, pengeloaannya, sampai dengan pengelolaan
pelayanan kesehatan itu sendiri.
Disamping itu
juga, meskipun BPJS kesehatan merupakan badan hukum publik, namun
prinsip-prinsip korporasi tetap dijadikan dasar tata kelolanya. Hal ini
ditunjukkan antara lain oleh butir b pasal 11, tentang wewenang BPJS, yaitu,
“menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Artinya yang dikehendaki dan yang
terjadi adalah pemberian wewenang tata kelola finansial dan pelayanan publik
(pelayanan Kesehatan) kepada korporasi, yaitu BPJS Kesehatan.
Konsep penyerahan
wewenang dan fungsi penting pemerintah tersebut kepada korporasi semakin
dipertegas. Dalam bab 5 pasal 17 ayat 1, 2 dan 3 UU No. 40 thn 2004 tentang
SJSN dijelaskan, ayat 1 : Tiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya
berdasarkan % upah atas suatu jumlah nominal tertentu. Ayat 2 : Pemberi kerja
wajib memungut iuran pekerjanya dengan menambah iuran yang menjadi kewajiban
dan membayar ke BPJS secara berkala. Ayat 3 : Besarnya iuran ditetapkan untuk
setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi
dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
Realitas tak
terbantahkan, selama dua abad lebih dalam peradaban kapitalisme, bencana
kemanusiaan akibat tata kelola sistem kesehatan liberalistik terus mengancam
umat manusia. Karena sistem kesehatan liberalistik berikut keseluruhan
komponennya hanyalah pasar/industri yang digerakkan oleh uang, kosong dari jiwa
pelayanan/sosial.
Bila dicermati,
yang sesungguhnya terjadi adalah pengambilan paksa (baca: pemalakan) uang
rakyat, karena kepesertaan yang bersifat wajib, padahal tidak ada sama sekali
kewajiban rakyat memikul tanggung jawab pembiayaan tersebut. Di Indonesia,
mengadopsian model social health insurance dengan nama JKN, kepesertaan wajib
tersebut ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2004, tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, butir ke 3, pasal ke 1, yang berbunyi, “Asuransi
sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib”.
Adapun kepesertaan
wajib per Januari 2014, diberlakukan bagi 140 juta jiwa (peserta
jamkesmas,jamkesda, askes,astek dan TNI/ POLRI).Sedangkan kepesertaan wajib
bagi semua penduduk Indonesia diberlakukan Januari tahun 2019. Konsekuensinya,
BPJS Kesehatan dibenarkan mengambil paksa (memalak) sejumlah uang masyarakat
(pengusaha,pekerja dan non pekerja) setiap bulan, selama hidup dan tidak akan
dikembalikan, kecuali berupa pelayanan kesehatan sesuai standar BPJS Kesehatan,
yaitu saat sakit. Tidak hanya itu, pemalakan itu semakin dipertegas dengan
adanya sangsi berupa denda sejumlah uang bagi peserta wajib yang terlambat
membayar iuran.
Bila seperti ini
faktanya, bagaimana bisa dikatakan semua ini sebagai wujud gotong royong, yang
kaya membantu yang miskin, yang sehat membantu yang lemah.
Solusi Prinsip
Jaminan Kesehatan Islam
“Kami telah
menurunkan kepadamu al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri”TQS. An Nahl (16) : 89.
Konsep jaminan
kesehatan Islam adalah konsep yang berasal dari Allah SWT.Terpancar dari mata
air pemikiran yang bersumber dari-Nya, yaitu Al Quran dan As Sunnah agar
menjadi rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusiabahkan alam semesta.
Pelayanan
Kesehatan Adalah Pelayanan Dasar Publik
dan Negara bertanggungjawab Penuh.
Pelayanan
kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik.Kesehatan
telah menjadi jasa sosial secara totalitas.Mulai dari jasa dokter, obat-obatan,
penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan pra sarana
yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas semua sesuai prinsip
etik yang islami. Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas,
apapun alasannya.
Pemerintah/Negara
telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan setiap individu masyarakat.
Jaminan kesehatan diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik
bagi setiap individu masyarakat, tidak saja bagi yang miskin tapi juga yang
kaya, apapun warna kulit dan agamanya. Tentang tugas penting dan mulia ini
telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya,”Imam (Khalifah) yang
menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang
bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Sehubungan dengan
itu, dipundak pemerintah pulalah terletak tanggung jawab segala sesuatu yang
diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan
kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan; penyediaan dan
penyelenggaraan pendidikan SDM kesehatan; penyediaan peralatan kedokteran,
obat-obatan dan teknologi terkini; sarana pra sarana lainnya yang penting bagi
terselenggaranya pelayanan kesehatan terbaik, seperti listrik, transportasi dan
air bersih; dan tata kelola keseluruhannya.
Adapun peran
masyarakat, swasta, bila dipandang penting peran tersebut, seperti ketika
Negara tidak memiliki teknologi kedokteran tertentu, pada hal sangat dibutuhkan
masyarakat, maka dibatasi pada transaksi jual beli atau yang semisal, tidak
boleh lebih dari pada itu. Disamping diberikan arahan dan motivasi agar beramal
sholeh, seperti wakaf, dan shadaqah.
Pembiayaan
Berkelanjutan
Pembiayaan jaminan
kesehatan Islam adalah model pembiayaan yang berkelanjutan. Pertama,
Pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah
satu pos pengeluaran pada baitul maal, dengan pengeluaran yang bersifat
mutlak. Artinya, sekalipun tidak
mencukupi dan atau tidak ada harta tersedia di pos yang diperuntukkan untuk
pelayanan kesehatan, sementara ada kebutuhan pengeluaran untuk pembiayaan
pelayanan kesehatan, seperti pembiayaan pembangunan rumah sakit, maka ketika
itu dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara, sebesar yang
dibutuhkan saja. Jika upaya ini
berakibat pada terjadinya kemudaratan pada masyarakat, Allah SWT telah
mengizinkan Negara berhutang.
Hanya saja penting
dicatat, pajak tersebut jauh berbeda dengan pajak dalam pengertian kapitalisme
seperti yang terjadi kini. karena selain bersifat temporal juga hanya diambil
dari harta orang kaya yang didefinisikan secara islami, yaitu kelebihan harta
individu masyarakat yang sudah terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, dan
kebutuhan sekundernya secara ma’ruf. Hutang yang dimaksud adalah hutang yang
sesuai ketentuan syara’.
Kedua, sumber-sumber
pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah didesain Allah SWT
sedemikian sehingga memadai untuk pembiayaan yang berkelanjutan, itu adalah hal
yang pasti bagi Allah. Yang salah
satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah mulai dari tambang
batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia
lainnya. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Islam, tidak sepeserpun harta
yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat. Model
APBN ini meniscayakan Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk
menjalankan berbagai fungsinya.
Dengan demikian
Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan
berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT.
Kendali Mutu
Konsep kendali
mutu jaminan kesehatan Islam berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu
administrasi yang simple, cepat dalam penanganan dan dilaksanakan oleh personal
yang kapabel.Seperti apa yang dsabdakan Rasulullah SAW artinya, “Sesungguhnya
Allah SWT telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu….”. (HR Muslim).
Berdasarkan tiga
strategi utama tersebut, maka pelayanan kesehatan haruslah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Berkualitas,
yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji, lagi selaras dengan prinsip etik
kedokteran Islam.
b.Individu
pelaksana, seperti SDM kesehatan selain kompeten dibidangnya juga seorang yang
amanah.
c. Available,
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan
selalu tersedia.
d. Lokasi
pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible), tidak ada lagi hambatan
geografis.
Upaya Promotif
Preventif
Sistem kehidupan
Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan,
sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintah bersifat konstruktif terhadap
upaya promotif preventif. Sehingga akan
terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola
aktivitas yang sehat, lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, epidemi
yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Hal ini tidak saja menjadi upaya
preventif di tingkat keluarga namun hingga tingkat Negara yang jika berjalan
efektif, meniscaya akan mewujudkan keberhasilan upaya preventif tersebut.
Inilah konsep yang
berasal dari Allah SWT, satu-satunya konsep yang benar, yang lurus, sebagaimana
Allah SWT tegaskan dalam berfirman-Nya, QS Al-Baqarah (2): 147, yang artinya,
“Kebenaran itu dari Rabmu, maka janganlah sekali-kali Engkau (Muhammad)
termasuk orang yang ragu”. Dimana
konsep-konsep tersebut adalah bagian integral dari keseluruhan konsep sistem
kehdupan Islam.Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam untuk menerapkannya.
Di atas itu semua,
pembatasan fungsi pemerintah sebatas regulator saja merupakan konsep yang
bertentangan dengan Islam. Allah SWT telah memberikan wewenang dan tanggung
jawab mulia ini dipundak pemerintah (Khalifah), sebagaimana dituturkan
Rasulullah SAW , yang artinya,” ”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia,
adalah (laksana) penggembala. Dan hanya
dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Islam telah
memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat bukan saja didunia atau saat
hidup, bahkan saat meninggalpun Islam masih memberikan jaminan. Rasulullah saw.
Bersabda : Siapa saja yang mati dan meninggalkan harta maka harta itu untuk
ahli warisnya. Siapa saja yang mati dan ia mneinggalkan utang atau orang-orang
lemah maka datanglah kepadaku karena akulah penanggung jawabnya.
Begitu berbeda
sistem jaminan dalam kapitalisme yang nyata hanya merupakan upaya tambal sulam atas kebobrokan nya. Belum lagi sistem
ini menganut asa manfaat dimana jelas ada pamrih untuk tetap mendapatkan
profit. Berbeda dengan aturan sistem Islam yang
memberi tanggung jawab pemerintah wajib berperan langsung dalam
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. ***
_________
Artikel ini diambil dari Rubrik Opini Koran
Harapan Rakyat Edisi 22-29 Januari 2014
No comments:
Post a Comment