Pada peristiwa Khandaq, Rasulullah menempatkan para wanita dan anak-anak di sebuah benteng kokoh. Lokasi itu dipasrahkan kepada Hasan bin Tsabit agar dijaga. Lalu datanglah seorang laki-laki Yahudi mengintai benteng yang ditempati perempuan dan anak-anak kaum Muslimin. Kemudian Yahudi Bani Quraidhah memaksa menerobos benteng tersebut hingga benteng tadi rusak. Perempuan-perempuan itu pun terisolasi. Sementara Rasulullah dan pasukannya susah payah melawan pasukan musuh. Lantas Shafiyah binti Abdul Muthalib berujar kepada Hassan bin Tsabit yang bertugas menjaga benteng, "Seperti yang kamu lihat, orang Yahudi itu mengintai benteng kami sementara saya, demi Allah, tidak akan membiarkan kaum Yahudi itu masuk. Saya akan membunuhnya.”
Hassan menanggapi, "Semoga Allah mengampunimu, wahai
putri Abdul Muthallib, seandainya kejadian ini menimpamu maka saya akan
bersikap seperti Rasulullah. Demi Allah, saya siap mati untuk melindungi
kalian." Shafiyah lalu keluar benteng dengan sebilah tongkat tajam dan
menusuk pengintai sampai tewas.
Setelah itu Shafiyah kembali ke benteng dan meminta
Hassan, "Wahai Hassan, turunlah kemudian ambillah harta dan senjata orang
Yahudi itu, karena sesungguhnya tidak
ada sesuatu yang mencegahku untuk mengambil harta dan senjatanya kecuali
karena dia laki-laki."
Hassan menjawab, "Saya tidak membutuhkan harta dan
senjatanya, wahai putri Abdul Muthallib."
Dalam satu riwayat dinarasikan bahwa Shafiyah memukul
orang Yahudi sampai kepalanya putus kemudian dia meminta kepada Hasan, "Berdirilah dan lempar kepalanya itu kepada
orang-orang Yahudi." Pada saat itu mereka ada di bawah benteng. Namun Hassan
menolak dengan mengatakan, "Saya tidak mau.” Shafiyah langsung mengambil
kepala pengintai dan melemparkannya kepada orang Yahudi. Sembari berlalu
meninggalkan benteng, orang Yahudi berucap, "Kami tahu bahwa Rasulullah
tidak mungkin meninggalkan keluarganya sendirian."
Sang
Delegasi dan Orator Perempuan
Asma’ binti Yazid bin al-Sakan termasuk salah satu
perempuan yang hadir dalam pelantikan “Baiat al-Ridwân”. Dia adalah anak
perempuan dari paman Mu’adz bin Jabal yang mempunyai pengetahun mendalam tentang
agama.
Diceritakan bahwa suatu ketika dia datang ke hadapan
Rasulullah dan mengadu, “Saya adalah utusan dari komunitas perempuan Muslim.
Mereka berkata sesuai dengan apa yang saya katakan dan mereka sependapat dengan
pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutus
engkau (Muhamad) tidak hanya kepada kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan.
Kami meyakinimu dan mengikuti ajaranmu. Tetapi sepertinya kami merasa
dibelenggu dan dibatasi oleh sekat keluarga. Kami merasa hanya menjadi objek
seksualitas kaum laki-laki, mengandung anak-anak mereka tanpa diberikan peran
lebih. Sedang kaum laki-laki lebih diutamakan dari kami, mereka bisa menghadiri
orang-orang yang meninggal dan menjadi pasukan perang. Bila kaum laki-laki
keluar untuk berperang, kami hanya diberi peran menjaga harta mereka dan
merawat anak-anak mereka. Apakah pahala kami sebagai kaum perempuan dengan kaum
laki-laki akan dibagi rata, wahai Rasulullah?"
Mendengar pengaduan Asma’, Rasulullah menoleh kepada para
sahabat lalu bertanya, “Apakah kalian pernah mendengar pertanyaan perempuan
yang mempertanyakan posisinya dalam Islam lebih bagus daripada pertanyaan
ini?"
Para Sahabat menjawab, “Demi Allah, tidak wahai
Rasulullah."
Lalu Rasulullah Saw menjelaskan, “Pergilah, wahai Asma’
dan beritahulah kaum perempuan yang ada di belakangmu bahwa kemuliaan terbaik adalah
apa yang kalian berikan kepada suami-suami kalian, mencari keridhaan mereka,
dan mendampingi mereka; itu semua setara dengan apa yang telah kamu sebutkan
untuk kaum laki-laki tadi.”
Kemudian Asma’ berlalu seraya bertahlil dan bertakbir,
merasa bahagia atas jaminan yang Rasulullah berikan tadi.
Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a, “Ada seorang wanita
datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, 'Wahai Rasulullah, saya adalah utusan
kaum perempuan dan tidak seorang pun dari mereka yang tidak menginginkan
kepergianku kepadamu. Allah adalah Tuhan kaum laki-laki dan kaum perempuan,
jika kaum laki-laki menang perang akan mendapat kehormatan dan harta rampasan,
bila mereka mati dalam keadaan syahid maka dia akan dicatat oleh Allah sebagai
makhluk yang tetap hidup seperti tersurat di dalam Qur'an. Maka amal macam apa
yang bisa menyamai itu?’ Rasulullah berkata, ‘Taat kepada suami dan mengetahui
hak-haknya. Maka pahalanya akan sama
dengan apa yang mereka (laki-laki) perbuat demi Islam. Tapi sangat sedikit yang
mau melakukannya’."
Beginilah delegasi perempuan yang datang kepada
Rasulullah, yang mempertanyakan mengenai amal apa yang dapat menyamai pahala
kaum laki-laki yang berjihad di medan perang.
Asma' tak hanya berbakti kepada suami dan anak-anaknya,
dia juga ikut berperang hingga mati syahid di perang Yarmuk. Jasadnya ditemukan
di dalam kemah dan di sekitarnya ada sembilan jasad tentara Romawi yang
dibunuhnya sebelum dia sendiri terbunuh sebagai wanita syahid.
No comments:
Post a Comment